Jasa-Mu Tiada
Tara
Entah kenapa kali ini gue mau nulis
tentang Ibu dan Bapak gue. Ibu merupakan seorang sosok yang sangat berperan
dalam kehidupan gue mulai dari dalam
kandungan sampai sekarang usia gue menginjak 19 tahun. Ibu gue merupakan guru
formal dan informal dalam kehidupan gue. Guru di sekolah walaupun hanya di SD
dan guru di rumah. Nasihat selalu dia berikan ketika bercengkrama ditelepon
atau pun ketika gue udah di rumah.
”belajar yang benar, ibadah yang
banyak” dua kata tersebut yang tidak lupa beliau ucapkan ketika akan mengakhiri
pembicaraan di telepon atau pun ketika gue mau meninggalkan kota lahir gue
menuju kota tempat gue menimba ilmu.
Ibu yang memberikan gue kebebasan
untuk menempuh pendidikan dimana pun, jurusan apapun kecuali Ilmu politik
karena beliau tidak suka dengan politik. Ada satu yang sampai sekarang beliau
selalu pantau dalam diri gue, yaitu pola pikir gue. Beliau selalu ingin
membentuk pola pikir gue yang sejalan dengan keadaan yang terjadi di sekeliling
gue. Beliau tidak mau anaknya terasingkan dengan pola pikir yang berbeda dengan
keadaan di sekitar tempat tinggal gue.
Lain halnya dengan Bapak. Seorang
laki-laki yang sepertinya cuek dengan pendidikan anaknya, tetapi dalan
cuekannya tersimpan kasih sayang yang sangat berarti buat gue. Ketika gue unutk
pertama kalinya menempuh pendidikan di Pulau Jawa (asal gue dari Kuala Tungkal,
sebuah kota di Provinsi Jambi), tepatnya di Bekasi. Beliau menyempatkan untuk
mengantar gue setiap kali gue kembali setalah liburan. Walaupun hanya sampai
kelas 3 Mts, tetapi perhatian beliau yang diberikan sama gue sangatlah besar.
Satu kasus adalah ketika berkendara.
Beliau hanya bisa mengendarai Sepeda Motor. Ketika berSepeda Motor bersama gue,
beliau tidak mau gue yang bawa. Beliau lah yang selalu mengendarai motornya
walaupun gue sudah bisa dikatakan telah cukup umur untuk mengendarai Sepeda
Motor. Ini merupakan wujud kasih sayang dia yang tidak mau anaknya celaka.
Lain lagi seperti kejadian ramadhan
tahun lalu. ketika gue baru selesai beban semester kedua (sekarang semester 3),
beliau sangat marah ketika gue memutuskan untuk tidak pulang ke Tungkal
dikarenakan kegiatan yang sangat padat di organisasi yang gue ikuti (baca
tulisan yang judulnya “kemarahanmu membuat ku menangis”). Gue tau beliau sangat
marah dengan keputusan gue untuk tidak pulang dulu. Adal suatu keinginan yang
tersirat dengan keramahan beliau adalah beliau ingin kumpul dengan seluruh
anggota keluarganya. Sungguh gue enggak terfikirkan dengan yang satu itu.
Mungkin gue udah terbiasa hidup terpisah dengan mereka (sampai saat ini sudah
hampir 8 tahun). Hanya satu tahun sekali gue pulang, itupun hanya liburan
ramadhan saja.
Umur gue selalu bertambah setiap
tahunnya dan pasti umur mereka berdua juga bertambah dan tambah tua. Gue belum
bisa ngasih apa-apa sama mereka. Hanya segelintir mendali ketika SD tidak cukup
jika melihat apa yang telah mereka berikan ke gue dan ke adik-adik gue. Kasih
mereka memang tidak bisa dibalas dengan apapun yang ada di dunia ini.
TERIMA KASIH BAPAK, TERIMA KASIH
IBU.