Selasa, 27 Desember 2016

Kunjungan MA. Attaqwa Puteri Ke Malang (Hari Kedua)



Selasa, 20 Desember 2016

Saya lihat jam di HP masih menunjukkan pukul 05.00. tumben sekali jam segini udah bangun. Biasanya jam segini masih belum tidur atau bahkan baru mau mulai tidur. Karena jika saya tidur sebelum subuh biasanya saya tidak akan bangun subuh. Makanya saya tidur habis subuh biar tidak ketinggalan sholat subuhnya. Setelah saya menunaikan sholat subuh, saya bingung mau melakukan apa. Mau tidur lagi sudah tidak bisa. Akhirnya saya teringat akan agenda hari ini. Ternyata pilihan itu masih membuat saya dilema. Mau UKM atau ikut jalan-jalan. Ada seorang saudara jauh saya yang kuliah di malang yang orangtuanya merupakan kepala sekolah MA. Attaqwa puteri. Dia menghubungi saya bahwasanya dia akan menjemput saya pukul 06.30 untuk ikut ke hotel. Awalnya sih cuman mau ikut sarapan aja. Soalnya bagi saya, tanggal seperti ini bukan lagi tanggal yang layak untuk sarapan. Mumpung gratis yaa saya terima saja ajakannya. Setelah mandi dan siap-siap, jemputan pun datang. Setelah sampai hotel saya pun langsung menuju tempat makan. Tanpa Ba Bi Bu saya langsung menyerbu meja prasmanan. Yaa gimana sih, mahasiswa tua plus dalam keadaan tanggal tua. Yaaa kalap lah. Porsi yang saya ambil tidak layak dikatakan sebagai porsi sarapan, lebih tepatnya porsi tumpeng. Lauknya boleh sedikit yang penting nasinya banyak.

Setelah makan,  merupakan puncak dari kegaluan saya hari ini. Disatu sisi saya ingin ikut acara di UKM. Karena sosok Soe Hok Gie sangat menginspirasi saya. Di sisi yang lain saya tidak enak dengan saudara saya. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut jalan-jalan tetapi ikut acara di UKM. Karena yang saya fikirkan adalah ribetnya jalan-jalan dengan yang namanya wanita. Satu wanita saja sudah ribet apalagi 4 bus wanita heheh. Tetapi, ketika sudah sampai di lobby hotel saya singgah sebentar di salah satu minimarket untuk membeli eskrim. Dan disana ada saudara saya itu. Yaudah saya disuruh untuk membawakan tas anak beliau masuk ke dalam Bus. Waah ini bau-baunya sudah tidak bisa melarikan diri. Tapi, akal busuk saya masih bekerja. Setelah masuk bus, saya bilang mau ke minimarket lagi untuk menyapa beberapa alumni pondok yang sama-sama melanjutkan kuliah di malang. Padahal mah mau melarikan diri. Setelah bisa keluar dan pura-pura ngobrol dengan mereka (alumni pondok) terdengar teriakan seseorang yang memanggil nama saya. Saya sangat kenal dengan suara itu. Ternyata suadara saya itu mengerti akal bulus saya untuk tidak ikut. Akhirnya mau tidak mau saya ikut dalam perjalanan kali ini. Dan saya ditempatkan di Bus 4. Bus yang tidak ada sama sekali guru-guru senior disana. Yang ada hanya salah satu kakak kelas saya, santri Pesantren Tinggi Attaqwa (PTA) dan salah satu crew Berkah Tour n Travel. Waaah pas sekali. Saya bisa sedikit “menggila” ditambah dengan supir bus yang sangat bersahabat dan sering melemparkan guyonan yang membuat seisi bus tertawa. Mungkin dari seluruh bus. Bus 4 ini merupakan Bus yang paling damai (tidak ada gangguan) dan paling berisik.

Kunjungan MA. Attaqwa Puteri ke Malang (Hari Pertama)



Senin, 19 Desember 2016

Pukul 14.00 saya sedang duduk didepan salah satu minimarket dibilangan jalan Soekarno-Hatta, Malang. Langit sudah mulai gelap. Keadaan seperti ini sudah biasa terjadi ketika malang dilanda musim hujan. Seperti sudah terpola. Habis dzuhur pasti akan turun hujan. Hari ini adalah hari dimana saya akan kedatangan pasukan dari MA.Attaqwa Pusat Puteri. Mereka akan mengadakan kunjungan selama 3 hari di kota Malang. Kunjungan ke tempat-tempat wisata yang ada di Malang Raya. Dimulai dengan pergi ke masjid Tibba dibilangan Turen.

Tidak terasa hujan turun semakin deras. Saya masih masih ditempat yang sama menunggu mereka tiba dihotel tempat mereka menginap. Entah sudah berapa gelas kopi dan berapa halaman buku yang sudah saya lahap untuk membunuh waktu. Ketika saya membaca jadwa yang diberikan oleh pihak sekoah. Mereka seharusnya tiba dipenginapan pukul 14.00. tetapi, sampai pukul 14.30 pun mereka belum tiba. Mungkin mereka sedang terjebak kemacetan. Karena saya melihat jalanan didepan saya penuh dengan kendaraan yang mengantri untuk berjalan. Akhirnya mereka tiba pukul 15.30.

Perlahan perserta perjalanan kali ini turun dari bus. Perjalanan kali ini menggunakan salah satu biro perjalanan yang dikelola oleh salah satu alumni Pondok Pesantren Attaqwa. Kalau tidak salah namanya adalah ”Berkah Tour n Travel”. Wajah-wajah lusuh, capai menghiasi pemandangan saya. Wajar saja. Setelah menempuh perjalanan selama 16 Jam menggunakan kereta api Matarmaja yang dikenal sangat tidak ramah untuk pantat penumpangnya. Ditambah lagi dengan mereka langsung menuju masjid Tibban. Saya menjadi bingung, ini liburan atau bagaimana. Liburan kok tidak ceria hehehe. Yaa mungkin mereka baru pertama kali menempuh perjalanan darat yang jauh. karena hampir 90% dari santri itu berasal dari daerah Jabotabek. Padahal, setelah ini mereka akan kembali melanjutkan perjalanan ke Alun-Alun Kota Wisata Batu (menurut rundown acara).

Setelah permasalah terkait penurunan barang-barang bawaan, mereka segera melanjutkan untuk check-in penginapan. Saya ikut membantu sebisa saya. Walaupun pihak tour n travel nya sudah mempunyai crew. Walaupun hanya sebatas mengatur lalu lintas lift hehehe. Sebenarnya tujuan saya bukan untuk membantu pihak Tour Travel (emang ga membantu sih malah tambah bikin repot) tapi untuk menemui saudara saya yang ikut dalam perjalanan kali ini. Kebetulan saudara saya menjadi staff pengajar di MA. Attaqwa Puteri. Dan juga karena orang tua saya sudah bawel dari pagi sudah nelon agar saya menemui saudara saya tersebut.

Akhirnya ketemu lah saya dengan saudara saya tersebut. Tidak ada yang istimewa sebenarnya. Tapi kalau boleh jujur, saya lebih dekat dengan saudara saya ini dibandigkan dengan orangtua saya sendiri. Karena saudara saya ini lah yang menjadi orangtua saya ketika saya bersekolah di Pondok Pesantren Attaqwa Putera. Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata jasa beliau terhadap saya. Saya sendiri menganggap kalau saya sudah dianggap seperti anak sendiri oleh mereka. Kapan lagi bisa membalas kebaikan beliau. Walaupun hanya sebatas membawakan belanjaan atau hanya mendengarkan nasihat-nasihat (baca:omelan)  dari beliau.  Karena itu lah saya memutuskan untuk ikut dalam perjalanan kali ini.

Jumat, 16 Desember 2016

Selamat Ulang Tahun Soe Hok Gie : Apa Kabar Mahasiswa?

“…… tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran.”
(Soe Hok Gie)

Sabtu, 17 Desember 2016

Hari ini saya teringat akan seorang tokoh yang saya idolakan. Soe Hok Gie namanya. Beberapa hari yang lalu saya membaca kumpulan tulisan beliau di dalam sebuah buku yang berjudul Zaman Peralihan. Disana kita bisa membaca kumpulan tulisan Soe Hok Gie dalam beberapa kategori. Masalah Kebangsaan, Masalah kemahasiswaan, Masalah Kemanusiaan dan Catatan Turis Terpelajar merupakan kategori yang terdapat dalam buku tersebut.

Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 dan meninggal sehari sebelum ulang tahunnya, 16 Desember 1969. Hok Gie merupakan seorang tokoh mahasiswa tahun 1966 yang berperan dalam demontrasi ditahun tersebut. Idealis dan Kritis merupakan dua kata yang sangat melekat pada Gie. Sosok yang berani mengatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan. Jika boleh bercerita, saya mengenal sosok satu ini dari sebuah film yang berjudul Gie (2005). Film yang diilhami dari harian Soe Hok Gie yang dibukukan dengan judul Catatan Seorang Demontran. Pada awal menonton film ini, perhatian saya hanya jatuh kepada pendakian gunung semata. Maklum lah karena pada saat pertama kali menonton film ini saya masih duduk dibangku sekolah menengah pertama. Setelah saya menonton film ini lagi ketika tahun pertama kuliah, saya paham akan kenapa Gie naik gunung. Dalam film Rudi Habibi, ketika Habibi ada masalah, beliau sholat untuk merenung dan menyelesaikan masalahnya. Begitu juga dengan film Gie ini. Ketika ada suatu masalah, pelarian atau perenungan masalah ini dilakukan dengan naik gunung. Tetapi, bukan hanya itu alasan Gie naik Gunung. Dalam tulisannya “Menaklukkan Gunung Slamet” (Kompas, 14,15,16,17,18 Desember 1967), Gie menulis “Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya dengan slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari slogan-slogan. Seorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indoneia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung. Melihat alam dan rakyat dari dekat secara wajar. Disamping juga untuk menimbulkan daya tahan fisik yang kuat”. Tetapi, bukan masalah naik gunung yang ingin saya bahas kali ini. Walaupun saya juga suka naik gunung. Karena Gie sudah menjadi inspirasi dalam hidup saya.

Kehidupan Masa Kecil Hingga Remaja Soe Hok Gie

Sabtu, 10 Desember 2016

Bingung Soal Pers: Sebuah Catatan Harian



Rabu, 7 Desember 2016

“Kebenaran tidak datang dalam bentuk instruksi dari siapapun, tetapi harus dihayati”
(Soe Hok Gie)

Kemarin malam saya berdiskusi dengan beberapa teman-teman UKM. Tentang independensi dan idealisme pers. Cukup alot diskusi waktu itu, sampai kita tidak bisa menyimpulkan dan tidak bisa mengakhiri diskusi itu. Yang membuat kita bubar hanyalah peraturan tentang penutupan gerbang kampus.

Ada beberapa hal yang saya dapatkan dalam diskusi tersebut. Pertama, tentang independensi pers. Dalam hal ini, indenpendensi tidak bisa dikatakan sebagai netral atau tidak memihak golongan tertentu. Karena 9 element jurnalisme mengatakan bahwa pers itu memihak masyarakat. Indenpendensi dalam pers terjadi ketika pers melucuti semua “atribut atau pakaian” yang melekat pada dirinya. Jenis kelamin, agama, dan lain sebagainya. Yang kedua adalah fungsi pers. Ada 4 fungsi pers. Hiburan, memberikan informasi, pendidikan dan kontrol sosial.

Jika kita berbicara tentang kontrol sosial, saya jadi ingat akan sebuah kasus yang dialami oleh salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus saya. Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) Inovasi. Salah satu tulisan mereka ada yang dilarang terbit oleh kampus. Mereka (pers Mahasiswa) memuat tulisan tentang pemenuhan hak-hak warga sekitar kampus baru UIN Maliki Malangdi Junrejo. Saya bisa menebak alasan pihak kampus melarang tulisan ini terbit. Yaa pastinya mereka tidak ingin aib atau kesalahan mereka diketahui khalayak ramai, khususnya para mahasiswa baru yang sudah termakan opini bahwa UIN Maliki Malang merupakan UIN terbaik seluruh Indonesia.

Menurut saya, lebih baik UIN Maliki Malang diterima secara wajar. Biarlah para Mahasiswa melihat beberapa aib, kesalahan atau kekhilafan pihak kampus. Para penjabat kampus hanyalah manusia biasa bukan Nabi Muhammad. Janganlah ada yang ditutup-tutupi. Makin banyak kesalahan atau kekhilafan yang direspon maka makin baik. Artinya, para mahasiswa akan sadar bahwa keadaan kampus tidak baik-baik saja. Biar mereka nanti akan memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, untuk UIN Maliki Malang yang lebih baik.

Jika kita mengumpakan masyarakat kampus sebagai sebuah negara kecil, maka dalam negara itu terdapat beberapa media penyiaran. Contoh dalam di Indonesia ada Kompas, Jawa Post, Metro TV, TV one dan lain sebagainya. Di Negara UIN Maliki Malang sendiri, terdapat 3 lembaga pers. Gema, Suara Akademika dan UAPM Inovasi. Kalau kita lihat dari segi isi tulisan atau berita yang dimuat, Gema dan Suara Akademika selalu pro terhadap kampus. Dalam artian mereka selalu memberitakan tentang hal-hal yang baik saja. Seharusnya, disini Inovasi muncul sebagai penyeimbang. Kita tidak bisa memungkiri kalau kita hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Kembali lagi kepada fungsi pers yaitu social control. Artinya pihak kampus harus memfasilitasi Inovasi. Jika tidak, apa bedanya pihak kampus dengan rezim Soekarno dan Soeharto. Kita semua tahu bagaimana keadaan pers pada zaman itu. Pada zaman itu yang ada hanya pers yang pro terhadap pemerintah saja. Seperti keadaan indonesia sekarang lah. Ada media yang Pro terhadap pemerintah ada juga yang kontra. Semua itu terjadi guna keseimbangan dalam hal informasi. Kita bisa lihat bagaimana Napoleon Bonaparte mendirikan lembaga Oposisi untuk mengkritik seluruh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Tentunya tujuan pendirian lembaga oposisi ini untuk menciptakan keseimbangan. Sama seperti atom, yang memiliki elektron dan proton.  Atom yang merupakan bagian terkecil adalah hasil perjuangan dua kodrat tersebut. Bisa juga dikatakan kodrat menolak dan kodrat menarik. Hal ini sama dengan Tesis dan antitesis yang menghasilkan sintesis.

Pada tahun 1965, di Indonesia terjadi pelarangan membaca bukunya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “Tjerita dari Blora” dan bukunya Mochtar Lubis yang berjudul “Djalan Tak ada Ujung”. Dua buku tersebut merupakan manifestasi dari ketakutan. Takut akan kebebasan mimbar-mimbar kampus (Soe Hok Gie, 1968). seharusnya, sudah menjadi suatu kewajiban di dalam suatu untuk memelihara kebebasan berfikir dan berpendapat. Toh bidang seorang mahasiswa adalah berfikir dan mencipta hal baru. Dan bagi mahasiswa yang menulis tentang kesalahan atau kebobrokan kampus, harus difasilitasi oleh pihak kampus. padalah tulisan anggota Inovasi sudah melalui verifikasi. Mereka sudah memverifikasi kepada Pak Sutaman (Humas UIN). Lalu kenapa kebebasan di kampus dibatasi?

A Man is ad he thinks you can’t change it” Seorang manusia adalah seperti yang dia pikirkan, kau tak dapat mengubahnya (film ... And The Fifth Rider is Fear). Lalu siapakah kita? Kita adalah pemuda (mahasiswa). Sebagai mahasiswa kita tidak boleh mengingkari wujud kita. Wujud kita sebagai pemuda yang masih belajar dan mempunyai cita-cita yang tinggi. Seorang Pers Mahasiswa yang mempunyai cita-cita luhur untuk kampus yang lebih baik. Oleh karena itu mahasiswa berani untuk berterus terang tentang keadaan kampusnya. Dan seharusnya pihak kampus pun begitu. Berani jujur jika keadaan kampusnya tidak baik-baik saja. Kebenaran tidak datang dalam bentuk instruksi dari siapapun, tetapi harus dihayati. Dalam lingkup nasional, Dewan Pers punya UU 40 tahun 1999 untuk berinteraksi dengan pemerintah. Seharusnya dikampus pun begitu. Diatur tentang kebebasan berpendapat bagi para Mahasiswanya. Karena Mahasiswa tidak hanya menyoal tentang akademik saja.