Jakarta, 3 Agustus 2012
Matahari Seakan semakin mendekati kepalaku. Panasnya
Ibu Kota sangat menyengat. Gedung-gedung saling menyapa satu sama lain
seakan-akan mencibir perbuatan manusia yang membuat sang Ibu Kota menajdi
simulasi neraka.
Kuburan pohon-pohon pun bertebaran dimana-mana.
Mereka sekarang hanya menjadi roh gentayangan. Jasad mereka sudah dibunuh oleh
manusia yang hanya mementingkan kebutuhan mereka saja tanpa memikirkan
keseimbangan ekosistem.
Gas-gas kendaraan bermotor pun berkumpul
membentuk perkumpulan yang bertujuan menghancurkan paru-paru manusia. Mereka merindukan
sang pohon yang mampu merubah mereka menjadi baik yang memberikan kehidupan
untuk semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini..
Kini sang pohon yang dijadikan guru oleh para
gas ini pun telah berguguran. Sang pahlawan udara telah berguguran di medan
perang melawan para manusia yang tidak bertanggung jawab. Gugur satu tumbuh
seribu tidak berklaku untuk pahlawan tanpa tanda jasa ini. Satu gugur yang lain
pun ikut berguguran di tangan manusia.
Singkat tapi menyentuh...
BalasHapusBaca juga tulisan serupa tapi jenisnya berbeda di http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2010/05/30/puisi-pohon-sekarat/ (Puisi) :)
save that tree..
BalasHapus