Senin, 03 April 2017

Dari Perkebunan Tebu Hingga Partai Komunis Indonesia (Book Review : "Dibawah Lentera Merah")

3 April 2017

Beberapa hari ini saya mulai membuka kardus-kardus berisi buku-buku saya selama kuliah di Malang. Ada beberapa buku yang sangat menarik perhatian saya untuk dibaca kembali, khususnya buku-buku Soe Hok-Gie, baik tulisannya sendiri maupun kumpulan tulisan sahabat-sahabatnya tentang dirinya. Tidak perlu saya ceritakan siapa itu Hok-Gie karena ditulisan sebelumnya sudah saya ceritakan tentang sosok Hok-Gie. Dari 6 buku tentang Hok-Gie yang saya punya, perhatian saya tertuju kepada satu buku yang diadaptasi dari Skripsi Sarjana Muda-nya Hok-Gie yang berjudul “Di Bawah Lentera Merah”. Dalam buku ini, Hok-Gie mencoba menarasikan awal munculnya Komunisme di Indonesia sebelum tahun 1926 yang dimulai dnegan studi terhadap kaum “Marxis” Indonesia. Dan benang merahnya dimulai dari Sarekat Islam (SI) Semarang. SI yang awalnya bergereak disisi perdagangan menjadi pergerakan rakyat.

Dalam Pendahulunya Hok-Gie menulis bahawa permulaan abad ke-20 merupakan periode dimana terjadi perubahan sosial yang sangat besar di Tanah Air. Ini terjadi karena perkembangan pendidikan barat, pertumbuhan penduduk dan mulainya penggunaan tekhnologi modern di Indonesia. Dalam BAB I buku “Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan”, Hok-Gie menulis bahwa dengan perkenalan Tekhnik Barat yang begitu menakjubkan, berdiri sekolah-sekolah yang merupakan pintub gerbang ke arah penguasaan ilmu pengetahuan. Perkenalan dengan pendidikan barat yang berimpit dengan perubahan serba cepat, kemudian menimbulkan krisis pemikiran di dalam hati pemuda Indonesia. Perkenalan dengan ide-ide persamaan, kemerdekaan, Hak Azasi Manusia, martabat bangsa dan lain-lain. dan para pemuda ini melihat kenyataan sehari-hari hanya berisikan tentang penghinaan terhadap mereka yang dilakukan Penjajah. Dari pesatnya perkembangan pendidikan inilah Pemuda Indonesia muil;ai sedikit melakukan perlawanan kepada Belanda.


Mewabahnya Perkebunan Tebu

Sejak tahun 1870, pemerintah Hindia-Belanda membuat beberapa peraturan baru yang mengubah Indonesia dari sistem jajahan ala VOC menjadi sebuah jajahan yang bersistem liberal. Perkebunan yang dulunya dimonopoli oleh pemerintah Hindia-Belanda, kini boleh diusahakan modal-modal swasta. Sistem kerja paksa dihapuskan, yang diganti dengan sistem kerja upah secara bebas. Sejak saat itu mengalir modal-modal asing ke Indonesia yang menggarap perkebunan dan pabrik-pabrik. Dari sinilah dimulai malapetaka bagi rakyat Indonesia. Karena liberalisme merupakan “Free Fight Competition to exploit Indonesia”.

Dalam hal perkebunan, pengusaha-pengusaha yang tidak mempunyai lahan perkebunan tetap bisa menjalankan bisnis perkebunan dengan cara menyewa tanah dari pemerintah atau “Bumiputera”. Dengan kekuatan uang, mereka berhasil menguasai sawah milik desa yang sebelumnya dikuasai petani. Dan sawah-sawah ini dijadikan perkebunan dan petani dijadikan sebagai kuli. Perkebunan yang menjadi primadona waktu itu adalah perkebunan Tebu.

Tahun 1916-1920, terjadi perluasan perkebunan tebu. Ini dapat dilihatv dari produksi tebu yang semakin meingkat. Tahun 1900 produksi tebu (gula) hanya berjumlah 744.257 Ton. Tahun 1915, 1.319.087 Ton. Tahun 1916 menjadi 1.629.827 dan pada tahun 1918 menjadi 1.822.188 Ton. Dengan perkembangan perkebunan tebu ini, maka lahan sawah yang digunakan untuk menanam padi berkurang drastis. Padahal, penduduk jawa kian lama kian padat karena perbaikan kesehatan. Dengan berkurangnya produksi beras dan perkembangan penduduk yang pesat, mengakibatkan harga beras melonjak naik.

Biasanya, pengusaha perkebunan menyewa lahan f 66 (gulden) dalam 18 bulan. Jika konfersi ke padi, dalam 18 bulan, bisa 3 kali panen dan sekali panen menghasilkan f 100. Artinya dalam 18 bulan menghasilkan f 300. Harga sewa yang cuman f 66 untuk 18 bulan, tidak cukup untuk hidup selama 18 bulan. Dalam kata lain, perluasan perkebunan tebu ini menyengsarakan Petani.

Perubahan Sarekat Islam

6 Maret 1917, Presiden Sarekat Islam Semarang, Mohammad Joesoef, menyerahkan kedudukannya kepada Presiden yang baru, Semaoen, yang waktu itu baru berumur 19 tahun. Peristiwa perubahan pengurus ini mencerimkan perubahan dalam masyarakat pendukung SI Semarang. Dahulu SI Semarang dipimpin kaum menengah dan pegawai Negeri. Setelah dipimpin Semaoen, Pendukung SI Semarang berasal dari golongan kaum buruh dan rakyat kecil. Pergantian ini juga yang membuat bergesernya arah gerakan Si menjadi gerakan kaum buruh dan tani. Dan dari peruibahan inilah lahir generasi kaum marxis pertama di Indonesia.

Seperti yang dijelaskan diatas, tahun 1917-1918 merupakan tahun dimana keadaan mulai memburuk. Keadaan sosial yang pincang ini menjadi perbincangan hangat dalam dunia pergerakan di Indonesia. Mereka mulai mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini. ada yang menyalahkan kemajuan Tekhnik, ada juga yang mengteluarkan konsepsi kebejatan moral. Malah ada pula yang menyelahkan orang Jawa (Indonesia) karena mereka malas dan boros. Serta ada juga kelompok yang mengajukan konsepsi Marxistis dalam membahas realita sosial ini. tokoh utamanya adalah Hendricus Fransiscus Marie Sneevliet. Sneevliet pula yang mempengaruhi angkatan muda SI, baik di Semarang, Jakarta, Solo dan kota lainnya. Darinyalah mereka belajar menggunakan analisis Marxis untuk memahami realita sosial yang ada. Mereka juga berpendapat bahwa penyebab kesengsaraan rakyat Indonesia adalah akibat struktur kemasyarakatan yang ada, yaitu struktur masyarakat tanah jajahan yang diperas oleh kaum kapitalis. Dengan uang, sejumlah orang berhasil memeras kekayaan Indonesia. Dalam analisis mereka (SI), mewabahnya perkebunan tebu menjadi penyebab utama kemiskinan.

Pemerintah (Belanda) yang seharusnya memihak rakyat, malah memihak kaum kapitalis. Ini terjadi ketika lurah-lurah mendapatkan premi f 250 untuk setiap bau (1bau=7.096,50 m2) sawah-sawah desa yang diubah menjadi perkebunan tebu. Dalam hal ini jelas sekali kalau pemerintah mementingkan kaum kapitalis daripada rakyat.

Hal ini, menyadarkan mereka (SI) bahwa dipundak rakyat sendiri terletak kewajiban untuk mencapai-cita-cita perbaikan. Dengan persatuan yang teguh diantara rakyat tertindas, dapat diciptakan kekuatan yang mampu memaksa pemerintah/kaum priyai tunduk kepada tuntutan rakyat. Mereka sadar bahwa untuk melawan penindasan perlu menjalankan gerakan-gerakan bawah tanah dan secara samar-samar mengajukan teror. Untuk melawan penindasan ini perlu adanya kesadaran rakyat. Dan kesadaran ini dapat ditimbulkan dengan berbicara blak-blakan, nyata dan jelas agar dipahami oleh rakyat.

Pada Kongres Central Sarekat Islam (CSI) ke-2 di Jakarta, 20-27 Oktober 1917, Semaoen dan kawan-kawan mulai mempengaruhi peserta kongres dengan konsepsinya tentang masalah sosial dan menyebarkan ide-ide Marxistis. Dalam Kongres ke-2 ini, SI menentang kapitalisme yang jahat dan anggaran dasar yang disusun terlihat adanya pengaruh sosialisme . dan dari kongres ke-2 inilah awal perubahan gerakan SI. “Sarekat Islam Semarang sudah bernada sosialis”

Dalam usaha-usahanya membela kaum buruh, pada Desember 1917, SI Semarang mulai mengorganisasikan kaum buruh supaya lebih militan dan melakukan pemogokan terhadap perusahaan-perusahaan yang bertindak sewenang-wenang. Korban pertama mereka adalah perusahaan mebel. Dalam 5 Hari pemogokan ini, akhirnya majikan menerima tuntutan-tuntan mereka. Para buruh sadar bahwa pemogokan yang mereka lakukan dan dibantu oleh SI, meruipakan senjata ampuh untuk melawan majikan. Korban selanjutnya adalah seorang majikan bengkel mobil. Setelah usaha pemogokan berhasil, Semaoen bersama SI Semarang mulai membidik tuan-tuan tanah yang memeras penduduk desa. Dengan langkah awal yaitu menulis surat terbuka kepada setiap tuan tanah di Semarang.  Dalam surai itu, SI Semarang menyatakan agar tuan-tuan tanah tersebut mau menjual tanah mereka kepada pemerintah dan agar pemerintah mengurangi harga sewa tanah sampai 50%. Dan mereka juga meminta agar kerja rodi dihapuskan.

Dalam BAB IV buku ini, Hok-Gie menjelaskan bahwa SI sudah mengalami pergeseran arah dari perdagangan menjadi pergerakan rakyat yang berakar di desa-desa. Pergeseran ini terjadi dalam rentang waktu 1911-1919. Pada awal pergeseran ini, kasus yang diperjuangkan kebanyakan berkisar sekitar agraria dan kemelaratan kaum tani. Akan tetapi, perlahan makin bergerak ke soal-soal perburuhan.

Berdirinya Perserikatan Komunis Hindia (PKI)

Menurut Hok-Gie, PKI secara formal merupakan kelanjutan dari ISDV. ISDV sendiri merupakan perkumpulan sosialis Belanda yang didirikan tahun 1914. ISDV sendiri menghimpun kaum sosialis Belanda, tetapi pada praktiknya, yang bukan Belanda juga bisa diterima sebagai anggota. Pada Tahun 1915, ISDV menyelenggarakan kongres pertama. Pada kongres ini terlihat jelas adanya dua aliran revolusioner. Pertama, dibawah pimpinan Sneevliet dan kedua dibawah Schoutman. Schoutman berpendapat bahwa sosialisme belum saatnya disebarluaskan ke perkumpulan di Hindia-Belanda. Jika disebarkan akan menimbulkan pemberontakan karena orang-orang Hindia-Belanda belum “masak”. Tetapi, pendapat ini ditentang oleh Sneevliet dan didukung oleh Semaoen. Semaoen berpendapat bahwa orang-orang Indonesia sudah “masak”. Ini ditandai dengan kesadaran orang-orang Indonesia bahwa mereka sudah ditindas oleh kaum kapitalis dan mereka sudah melakukan pemberontakan. Tetapi, orang-orang Belanda tidak setuju denga Sneevliet dan satu persatu mereka (orang Belanda) ini keluar dari ISDV. Ketika orang-orang Belanda ini keluar dari ISDV, disitulah orang-orang Indonesia mulai masuk. Tahun 1918, ISDV praktis didominasi oleh orang-orang Indonesia, walaupun pucuk pimpinan masih diduduki oleh orang Belanda untuk memudahkan urusan dengan pihak penguasa.

Pada tahun 1920, ISDV menerima surat dari Sneevliet dengan menggunakan nama samaran Horing. Isi surat tersebut adalah “Menganjurkan agar ISDV menjadi anggota Komintren (Komunis Internasional)”. Tentunya dengan beberapa syarat, antara lain harus memakai nama terang “Partai Komunis” dan menyebut nama Negaranya. Dan Darsono menyetujui anjuran Sneevliet tersebut. Untuk membicarakan perubahan nama ini, diadakan kongres istimewa yang dihadiri oleh 40 orang yang semuanya orang Indonesia. Dalam kongres ini dua orang mengajukan keberatan dengan alasan jika mengikuti komintrek berarti erada dibawah Rusia. Tetapi, Semaoen menjelaskan bahwa komintren bukan punya Rusia dan perubahan nama hanyalah disiplin organisasi. Akhirnya, pada tanggal 13 Mei 1920, lahirlah perserikatan komunis di Hindia-Belanda yang kemudian kita kenal sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI).

Bagian Akhir

Dari buku “Di Bawah Lentera Merah”, saya dapat menarik benang merah. Bahwa berawal dari menjamurnya perkebunan tebu, kemelaratan kaum tani, masalah perburuhan serta ketimpangan sosial yang ada, membuat tokoh SI Semarang seperti Semaoen dan Darsono menggunakan analisis Marxis untuk menyelesaikan masalah yang ada. Seperti yang kita ketahui bahwa Komunis yang menggunakan ideologi Marxisme-Leninisme. Jadi, secara tidak langsung masalah yang ada tersebut menggiring mereka untuk masuk ke dalam Komunisme.

Mungkin setelah membaca tulisan ini ada yang bertanya “kenapa membahas SI, padahal PKI kan asalnya dari ISDV?”. Ya jawabannya adalah karena perubahan nama dari ISDV menjadi PKI diawali dari surat yang diberikan Sneevliet kepada ISDV yang diterima oleh Semaoen yang berisi tentang anjuran untuk masuk ke Komintren. Dan awal besarnya nama Semaoen ketika dia menjadi ketua SI Semarang dan aksi-aksinya dalam membela kaum tani dan buruh. Jadi, secara tidak langsung, SI Semarang sedikit memberikan kontribusi terhadap berubahnya nama ISDV menjadi PKI. Seperti tulisan Hok-Gie pada paragraf terakhir buku “Di Bawah Lentera Merah”. “Terlepas dari apa yang telah mereka perbuat, perjuangan Sarekat Islam Semarang dibawah Semaoen merupakan lembaran-lembaran yang palinhg indah dalam sejarah Indonesia, sejarah Asia dan Sejarah Dunia.

Mungkin tulisan ini tidak layak dikatakan sebagai Book Review, karena saya hanya menulis ringkasan dari buku yang saya baca ini. hanya sedikit dari pemikiran saya yang saya tuangkan dalam tulisan ini. Untuk lebih jelas bagaimana isi dalam buku “Di Bawah Lentera Merah”, silahkan beli dan baca bukunya.

1 komentar: