Senin, 16 Januari 2017
Beberapa hari lalu saya memposting
foto 3 buah buku yang saya miliki. Buku tulisan Prof. Franz Magnis Suseno. Buku
pertama berjudul Pemikiran Karl Marx, buku kedua berjudul dalam baying-bayang
Lenin dan yang ketiga berjudul dari Mao ke Marcuse. Jika kita lihat buku-buku
tersebut mencerinkan ideology komunis. Maka dari itu ada beberapa komentar
negative ketika saya memposting foto 3 buku itu. Bahkan adik saya sendiri
memberikan komentar “hati-hati di sweeping ormas”. Saya berfikir apa urusannya
ormas melakukan sweeping terhadap buku bacaan saya. Menurut saya, mempelajari
sesuatu tidak sama dengan menganutnya, apalagi menyebarkannya. Setelah kejadian
30 September 1965, ideology komunis dilarang di Indonesia. Ideology komunis
dilarang disebarkan. Tidak hanya pelarangan penyebarannya tetapi ideology
komunis juga disingkirkan dari materi yang dipelajari di
Universitas-universitas dan perguruan tinggi. Akibatnya, ini menjadi
penghianatan terhadap pembukaan UUD 1945. Kehidupan bangsa tidak dicerdaskan,
melainkan dibodohkan. Ideology-ideology yang dianggap berbahaya bukannya
dihadapi secara kritis dan argumentative, tetapi ditabukan dan dimitoskan
(Franz Magnis Suseno: Pengantar pemikiran Karl Marx). Jadi, ketika saya membaca
buku-buku komunis bukan berarti saya akan menganut paham komunis atau
menyebarkannya, tetapi saya akan melihat dimana celah untuk bisa mengcounter
paham tersebut.
Saya bertanya dengan beberapa teman
saya kenapa mereka menolak komunis. Mayoritas jawaban mereka adalah bahwa
komunis itu menolak agama. Padahal ada yang lebih berbahaya dari itu. Ketika
partai komunis berhasil memegang kekuasaan, dia tidak akan melepaskannya secara
sukarela. Dia akan menyingkirkan kekuatan politik lain, menghapus pemilihan
umum secara bebas, dan memasang aparat kontrol totaliter terhadap masyarakat
yang akan menindas segala perlawanan. Jika memang komunis anti terhadap agama,
lalu alasan yang akan kita lontarkan atas apa yang terjadi di RRC dan Korea
Utara. Apakah pemerintah disana benar-benar melakukan pelarangan terhadap
agama?
Dalam tulisan ini saya mencoba
menggali kenapa di Indonesia, komunis itu begitu lekat dengan anti terhadap
agama. Jika kita berbicara komunis, maka tidak lepas dari seorang Tokoh bernama
Karl Marx. Seorang tokoh yang kita kenal sebagai orang yang sosialis. Ajarannya
Marx kemudian hari lebih dikenal dengan Marxisme dan kemudian dimodifikasi oleh
Lennin menjadi Marxisma-Leninisme atau lebih dikenal dengan Komunisme.
Marxisme-Leninisme ini terdiri dari Marxisme plus ajaran-ajaran Engels dan
Lenin. Artinya, jika kita ingin memahami Komunisme alangkah lebih baiknya kita
mempelajari Marxisme.
Kritik Agama Lidwig Feuerbach
Komunisme yang katanya anti terhadap
agama bermula dari kritik agama yang dilontarkan oleh Ludwig Feuerbach.
Seseorang yang awalnya ingin menjadi pendeta Protestan. Feuerbach melakukan
kritik atas ajaran Hegel. Hegel memberikan kesan seakan-akan yang nyata hanya
Allah (yang tidak kelihatan), sedangkan manusia (yang kelihatan) hanyalah
wayangnya. Padahal, yang nyata adalah manusia. Bukan manusia itu pikiran Allah,
melainkan Allah adalah pikiran manusia. Kritik terhadap Hegel ini berdasarkan
pengandaian Feuerbach (yang diangggapnya tidak perlu dibuktikan) bahwa realitas
yang tidak terbantahkan adalah pengalaman indrawi bukan pikiran spekulatif.
Kita harus bertolak dari satu-satunya realitas yang tidak dapat dibantah, dari
kepastian indrawi (Pemikiran Karl Marx. Hal: 68-69). Jika kita mengkaji secara
antropologi, Tuhan itu adalah ciptaan manusia. Tuhan itu dibuat oleh manusia
karena ketidakmampuan manusia akan sesuatu. Yang menyebabkan kita bergantung
kepada tuhan adalah “Ruang dan Waktu”. Menurut Einsten, Ruang dan waktu itu
relative. Semua sudah mengamini itu. Artinya, Ruang dan Waktu itu tidak pasti.
Jika, ruang dan waktu itu sudah pasti, maka dipastikan manusia tidak akan butuh
Tuhan. Contoh paling sederhana adalah ketika kita sudah dipastikan untuk masuk
surga (itu juga kalau surge benar-benar ada), apakah kita masih mau untuk
beribadah dan melakukan hal-hal yang baik?. Begitu juga sebaliknya, ketika kita
dipastikan masuk neraka, apakah kita masih mau untuk berbuat baik guna untuk
mengambil simpati dari Tuhan?.
Inti dari kritik agama Feuerbach
adalah bahwa bukan tuhan yang menciptakan manusia, tetapi sebaliknya. Agama
hanyalah proyeksi manusia. Allah, Malaikat, surga dan neraka tidak mempunyai
kenyataan pada dirinya sendiri, melainkan hanya merupakan gambar-gambar yang
dibentuk oleh manusia tentang dirinya sendiri, jadi angan-angan manusia tentang
hakikatnya sendiri. Bagi Feuerbach, agama tidak lebih dari proyeksi hakikat
manusia. Namun, kemudian manusia lupa bahwa angan-angan itu ciptaannya sendiri
(pemikiran Karl Marx. Hal:69). Ini sama seperti kisah nabi Ibrahim ketika
menghancurkan patung-patung yang disembah masyarakat pada waktu itu. Mereka
menciptakan patung-patung tersebut kemudian disembah. Pada saat itu, manusia
menyembah apa yang manusia itu ciptakan sendiri. Dari sini kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa manusia mengingkari hakihatnya. Mengingkari eksistensinya
sendiri. Dan menurut Feuerbach, melalui agama, apa yang sebenarnya merupakan
potensi-potensi yang perlu direalisasikan manusia justru hilang karena manusia
tidak mengusahakan, melainkan mengharapkan “dari sana” (Tuhan). Hal ini secara
khusus mencegah manusia dari merealisaikan hakikat sosialnya, dank arena itu
manusia beragama sering tampak intoleran dan fanatic. Dan untuk mewujudkan
manusia yang merealisasikan hakikatnya yang sosial dan menjadi dirinya sendiri
maka agama harus ditiadakan (Pemikiran Karl Marx. Hal:71-72).
Kritik Marx Terhadap Kritik Agama
Feuerbach
Tahun 1841, terbitlah sebuah karya
Ludwig Feuerbach yang berjudul Das Wesen des Christentums (hakikat Agama
Kristiani). Marx terkesan dengan buku tersebut. Dan Engels pun menulis “Kami
semua pada waktu itu menjadi penganut Feuerbach!” (Pemikiran Karl Marx. Hal:67.
Yang diambil dari tulisan Engels tahun 1973). Bagi Marx, Feuerbach menjadi
aliran api yang membakar pikirannya sehingga baginya terbuka suatu pengertian
baru.
Kita mungkin sudah sering mendengar
sebuat kalimat dalam tesisnya Marx. “Agama hanya menjadi candu”. Inilah sebuah
kalimat yang menjadikan stigma bahwa komunis itu anti agama. Marx yang lahir
pada tahun 1818 dikota Trier, mempunyai seorang ayah yang beragama Yahudi.
Kemudia berpindah agama menjadi seorang Protestan karena ingin menjadi seorang
pegawai negeri (notaris) karena saat itu di Prussia beraliran Protestan. 8
tahun kemudian Ibu Marx mengikuti ayahnya yang menjadi Protestan. Mungkin saja,
begitu mudahnya orangtua Marx berpindah agama, menjadikan Marx tidak meminati
hal agama.
Menurut Marx, kritik agama harus
menjadi kritik masyarakat. Kritik agama saja percuma karena tidak mengubah apa
yang melahirkan agama. Bukan agama yang harus dikririk, melainkan masyarakat:
”Kritik surge berubah menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum,
kritik teologi menjadi kritik politik. Bagi Marx kritik agama hanya penting
sebagai titik masuk ke kritik masyarakat. Karena Marx menemukan sasaran
sebenarnya dari kritik agama yaitu kritik masyarakat. Maka dikemudia hari Marx
tidak memusatkan perhatiannya terhadapa agama. Bagi Marx, agama hanyalah
masalah sekunder. Yang primer adalah realitas sekunder.
Tidak Ada Tempat Bagi Agama
Sosialisme sebenarnya sudah mulai
tercetus ketika zaman Yunani Kuno. Menurut Plato, memimpin sebuah Negara tidak
boleh mempunyai milik pribadi dan tidak berkeluarga, memiliki segalanya bersama
dan menurut aturan yang sama. Namun, sosialisme ini hanya terbatas pada kasta
calon pemimpin. Masyarakat masih tertata secara hierarkis dan tentu saja bebas
mempunyai hak milik. Ketika zaman Renaisans, terjadi pergeseran makna sosialis.
Pergeseran ini ditandai dengan kemunculan tulisan yang disebut “Utopi” atau
“Utopis”. Kata Utopis berasal dari buku yang berjudul Utopis yang paling
terkenal yaitu Utopia yang ditulis oleh Thomas Morus pada tahun 1516. Utopia
adalah nama sebuah pulau di mana segala apa dimiliki bersama, semua orang
menikmati pemandangan yang sama dan semua harus bekerja. Umumnya mereka juga
makan bersama. Waktu kerja harian adalah enam jam. Yang menarik di pulau Utopia
adalah masalah-masalah politik tidak boleh dibahas umum. Pembatasan kebebasan
untuk menyatakan pendapat memang akan menjadi ciri kebanyakan utopi tentang
masyarakat komunis. Motivasi dasar di belakang cita-cita utopis itu bersifat
sosial, TIDAK ADA RELIGIUS: ada kesadaran akan keadaan buruk kelas-kelas bawah,
keyakinan bawa konflik-konflik sosial, ketidaksamaan dan penindasan
bertentangan dengan kehendak manusia dan karena itu dengan kehendak Allah
maupun dengan tatanan alam dan semua itu adalah akibat hak milik pribadi.
Seperti yang ditulis diatas
Marxisme-leninisme yang merupakan ideology resmi dari komunisme yang merupakan
ajaran Karl Marx plus ajaran-ajaran Engels dan Lenin. Engels dan Lenin memiliki
dasar pandangan bahwa dunia Proletariat adalah materialism. Dengan demikian,
“sosialisme ilmiah” versi Lenin tidak mempunyai tempat bagi agama (Dalam
Bayang-Bayang Lenin. Hal:27). Materialisme sendiri berarti kepercayaan bahwa
semula hanya ada materi dan apa saja yang ada berkembang dari materi. Padahal
Allah tidak bermateri dan bahkan oleh kaum beriman diyakini menciptakan alam
semesta dengan segala isinya termasuk materi. Dan pandangan yang berpendapat
bahwa segala yang ada berasal dari materi dengan sendirinya menyangkal Allah
dan penciptaan. Karena materalisme mengandung Atheisme. Lenin pernah menulis
“Proletariat modern menganut sosialime yang mengabdikan ilmu pengetahuan
melawan kabut keagamaan dan membebaskan buruh dari imannya yang akan hidup di
alam baka dengan mempersatukan mereka dalam perjuangan di hidup ini demi
kehidupan lebih baik di dunia. Artinya, Lenin mengajarkan bahwa kehidupan di
alam baka itu tidak penting. Ajaran marxisme-leninisme hanya mementingkan
kehidupan duniawi saja.
Lenin juga pernah menulis “bagi kaum
proletariat sosialis, agama bukan urusan pribadi. Partai kita merupakan serikat
pejuang demi pembebasan kelas buruh yang sadar akan kedudukan kelas mereka dan
progesif. Serikat semacam itu tidak dapat dan tidak boleh bersikap acuh tak
acuh terhadap ketidaktercerahkanan, ketidaktahuan dan kebodohan dalam bentuk
kepercayaan religius”. Secara tidak langsung tulisan Lenin ini mengamini kritik
agama yang dilontarkan Feuerbach (seperti yang saya tulis diatas). Ketika
sebuah Negara dikuasi oleh kaum komunis, agama tidak boleh berperan sama
sekali. Ketika Partai Komunis menguasai Rusia, Gereja segera diserang. Hak
milik gereja dan sekolah-sekolahnya diambil alih. Gereja dilarang melakukan
kegiatan apapun. Pelajaran agama dilarang dan pendidikan calon pastor ditutup
(Dalam Bayang-Bayang Lenin. Hal:28-29). Ini terjadi karena Lenin sepertinya
benci terhadap agama. Lenin sendiri sudah tidak beragama sejak muda. Lenin pun
pernah mengkritik tajam kepada agama : “Agama adalah candu bagi rakyat. Agama
adalah Whisky rohani murahan, di dalamnya para budak modal menenggelamkan muka
manusianya, hak mereka atas hidup yang pantas bagi manusia. Hal ini senada
dengan Marx yang mengatakan bahwa agama hanya berfungsi sebagai hiburan ketika
dalam situasi buruk, sedangkan menurut Lenin, agama menjadi sarana yang dengan
sengaja dipakai oleh kelas-kelas berkuasa untuk menipu kelas-kelas bawah. Dan
bagi Lenin, agama selalu menjadi alat reaksi borjuis yang digunakan untuk
melindungi eksploitasi dan mengelabuhi kelas buruh. Artinya, agama hanya
digunakan untuk meng-iya-kan segala kebijakan. Dengan dalil agama segala
kebijakan yang mencekik rakyat bisa teralisasikan. Dan sejak era Lenin inilah,
semua rezim komunis menjadi benci terhadap agama.
Penutup
Setelah semua pemaparan diatas kita
bisa mengetahui kenapa komunis itu idientik dengan atheis atau yang lebih
ekstrim adalah benci terhadap agama apapun. Alasan itu adalah bahwa
Marxisme-Leninisme yang merupakan ideology komunisme menganut Matrealisme. Tetapi
ada suatu hal yang mengejutkan tentang ke-antian Lenin terhadap agama. Dalam praktik
politik dan agama Lenin sangat pragmatis. “merebut hati rakyat lebih penting
daripada menyebarkan atheisme. Oleh karena itu, orang yang bukan atheis pun
boleh masuk partai komunis. Partai harus memperhatikan prasangka-prasangka religious
kaum buruh, jangan sampai mereka terasing dari partai karena sikap partai yang
anti-agama”. Artinya, Lenin juga mengakui kebebasan dalam beragama.
Terakhir. Tulisan saya ini
mudah-mudahan memberikan sedikit pengetahuan kenapa komunis itu anti terhadap
agama. dan karena itulah saya sangat tidak setuju dengan ideology komunis. Dan mudahan
tulisan ini juga memberikan sedikit alasan kenapa kita harus menolak komunis. Ketika
kita ingin menolak atau mengkritisi suatu paham, alangkah baiknya kita tahu
dasar-dasar paham tersebut. Agar kita tahu bagian mana yang harus kita kritisi.
Karena bagaimana kita ingin menolak atau mengkritisi suatu paham jika kita
tidak tahu bagian mana yang kita kritisi. Maka dari itu kembali kepada tulisan
diatas. Mempelajari sesuatu tidak sama dengan menganutnya, apalagi
menyebarkannya.
Lu kalo udah nulis ane akuin dit. Mantap!
BalasHapusCoba ente pahami tulisan ente di awal prolognya, "Padahal ada yang lebih berbahaya dari itu. Ketika partai komunis berhasil memegang kekuasaan, dia tidak akan melepaskannya secara sukarela. Dia akan menyingkirkan kekuatan politik lain, menghapus pemilihan umum secara bebas, dan memasang aparat kontrol totaliter terhadap masyarakat yang akan menindas segala perlawanan. Jika memang komunis anti terhadap agama, lalu alasan yang akan kita lontarkan atas apa yang terjadi di RRC dan Korea Utara. Apakah pemerintah disana benar-benar melakukan pelarangan terhadap agama?
BalasHapusLalu di ending tulisan ente bilang: "Tulisan saya ini mudah-mudahan memberikan sedikit pengetahuan kenapa komunis itu anti terhadap agama."
Penulis kayaknya gagal paham, Dengan tulisannnya, jangan-jangan copas nih??
Komunis Tak Beragama :D
BalasHapusJasa Video Company Profile