Selasa, 12 September
2017
Pada Tahun 2012, Unesco
mendapati minat baca di Indonesia hanya berada dikisaran 0,001. Artinya, dari
1000 orang, hanya satu orang yang mempunyai minat baca. Dan pada tahun 2015,
Survei Most Literated Nation in the World menempatkan Indonesia pada peringkat
60 dari 61 Negara. Indonesia hanya lebih baik dari Botswana (saya juga gatau
itu Negara dimana). Sudah beberapa tahun ini saya tergabung disebuah komunitas
literasi (perpustakaan jalanan) yang ada di Kota Malang. Alasan saya ikut
komunitas ini bisa dibilang akibat ketidakpuasan saya akan perpustakaan yang
disediakan oleh kampus. Kita semua tahu
bagaimana pertauran yang ada di perpustakaan kampus. Mulai dari tidak boleh masuk
bagi yang tidak memakai sepatu, tidak boleh berisik, dan lain sebagainya. Yang menjadi
pertanyaan adalah apa hubungannya antara memakai atau tidak memakai sepatu
dengan minat baca. Apakah dengan memakai sepatu, seseorang lebih bisa menyerap
isi dari buku daripada yang tidak memakai sepatu? Mulai dari sinilah saya
meninggalkan perpustakaan kampus dan bergabung dengan perpustakaan keliling
ini. selain bisa terbebas dari peraturan perpustakaan yang tidak jelas itu,
saya juga bisa berbagi buku-buku bacaan saya dengan orang-orang yang mempunyai
minat baca buku yang tinggi tetapi tidak bisa membeli buku karena alasan
ekonomi. Tetapi, setelah lama bergaul dengan orang-orang komunitas ini, saya
bisa mengatakan bahwa JANGAN MEMBACA BUKU. Ada beberapa alasan kenapa saya
berkata seperti itu.
Kesepian
Pertama, orang yang
suka baca buku itu adalah orang yang kesepian. Jika kita melihat generasi
sekarang yang digenggamannya adalah smartphone, indikasi orang itu kesepian
atau tidak adalah berapa banyak chat dari lawan jenis yang dia terima atau
balas setiap harinya. Kita lihat saja postingan yang ada dibeberapa media social,
orang yang jomblo (beneran jomblo dalam artian ga punya gebetan apalagi pacar) selalu
idientik dengan yang namanya kesepian. Nah, jika orang itu banyak chat (bukan
masalah tugas, PR, ataupun kerjaan) dari lawan jenis otomatis bisa kita katakan
bahwa dia kesepian. Nah, karena kesepian ini lah dia mencari suatu pelarian yang
membuatnya tidak kesepian. Salah satunya adalah membaca, entah itu baca buku,
baca line today atau apapun itu. Berkaca dari pengalaman pribadi, setiap hari
saya emang dapat banyak chat. Tapi, itu chat rutinan dari official account yang
ada di line atau grup yang ada di Whatsapp. Chat dari lawan jenis pun bukan
sebagai gebetan, melainkan hanya nanya tugas, atau nanya sesuatu apapun itu.
Kesepian yang lain
adalah menjauhnya orang-orang sekitar karena buku yang kita baca. Ini adalah factor yang melandasi saya menulis
alasan kesepian ini. setelah kejadian 30 September 1965, buku-buku “kiri”
diberangus, bahkan ada pelarangan tentang penyebaran paham-paham “kiri”. Mitos-mitos
yang diciptakan orde baru tentang aliran-aliran kiri itu sampai sekarang masih
melekat dibenak masyarakat di Indonesia. Kita ambil contoh mitos tentang
komunis. Sampai sekarang pun orang mendengar tentang komunis, pasti pikirannya
udah negative aja. Pembunuh lah, jahat lah, anti agama lah, anti pancasila lah.
Masih banyak. Yang paling melekat adalah anti Pancasila khususnya sila pertama
(ketuhanan yang maha esa). Padahal, menurut Njoto, salah satu petinggi PKI
zaman Aidit berkuasa, PKI itu sangat mengamalkan pancasila, apalagi sila
pertama. Komunis mengamalkan sila pertama dengan menghargai dan menghormati sesama
pemeluk agama, dalam artian menjunjung tinggi toleransi terhadap umat beragama
di Indonesia. Ada benarnya juga sih. Daripada sok-sok an ormas belandaskan
pancasila tetapi tidak toleran terhadap agama lain. Nah, orang-orang yang
sampai sekarang masih membaca buku-buku “kiri” masih mendapat stigma negative oleh
orang-orang yang berada disekitarnya. Perlahan mereka dijauhi oleh teman-teman
disekitarnya karena buku-buku “kiri” yang dia baca.
Bukan hanya tentang
buku “kiri”, ketika orang membaca buku. Ada 2 kemungkinan yang berefek kepada
orang itu. Yang pertama adalah “matanya” akan dibuka untuk melihat keadaan social
yang ada disekitarnya. Yang kedua adalah “matanya” akan ditutup dan tidak bisa
melihat realita yang ada disekitarnya. Nah, tentunya efek kedua itu adalah efek
negative dari membaca buku. Yang menyebabkannya adalah buku yang dibaca itu “menina
bobokan” pembaca dengan dongeng ala putri khayangan. Seperti novel-novel
teenlit atau novel percintaan yang lebay. Nah, lain lagi dengan efek yang
pertama yaitu “matanya” dibuka dengan keadaan social yang ada disekitarnya. Untuk
kasus ini, terjadi kepada alm. Soe Hok Gie. Kita tahu sendiri bagaimana sepak
terjang beliau ketika menumbangkan orde lama. Dalam “catatan seorang Demonstran”
dan “Zaman Peralihan” kita lihat berbagai jenis bacaan dan kritik yang
dilontarkan seorang Hok Gie kepada pemerintah, almamaternya atau bahkan kepada
teman sejawatnya. Tidak bisa kita elakkan kalau Hok Gie banyak membaca. Hok Gie
pernah berkata kepada Arief Budiman (kakaknya). Gie berkata : “Akhir-akhir ini
saya selalu berfikir, apa gunanya semua yang saya lalukan ini. saya menulis,
melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang
sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang
yang mengerti saya. dan kritik-kritik saya tidak merubah keadaan. Jadi apa
sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong orang-orang tertindas, tapi
kalau keadaan tidak berubah apa gunanya kritik saya? apa ini bukan semacam onani
konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian”. Kita bisa menyimpulkan
bahwa Gie mencoba mengatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai
kesalahan. Tetapi, dia terbentur oleh para penguasa dan orang-orang yang
tersinggung atas kritik yang dia lontarkan. Akhirnya dia dijauhi oleh orang
disekitarnya. Untuk lebih lengkapnya bagaimana sosok seorang yang mendapatkan
efek pertama dari membaca buku seperti Gie tadi silahkan baca bukunya yang
berjudul “Catatan Seorang Demonstran”.
Dan factor lain yang
menjadikan pembaca buku itu kesepian adalah sebuah pepatah. Dulu waktu masih
sekolah di salah satu pondok pesantren di daerah Bekasi, saya pernah membaca
sebuah tulisan yang ada disalah satu sudut kompleks pondok dan tempat tulisan
itu ada selalu saya lewati setiap harinya. Tulisannya seperti ini “Sebaik-baiknya
teman duduk adalah buku”. Karena melihat tulisan itu setiap hari, tulisan itu
seperti tertanam dibenak saya sampai sekarang. Ketika duduk itu enaknya sambil
baca buku, apalagi ditemani dengan kopi hitam. Nah, secara tersurat, pepatah
itu menyuruh kita untuk membaca. Kalau udah baca susah untuk ngobrol sama
teman. Apalagi disitu ditulis teman paling baik adalah buku, bukan manusia loh
yaa. Buku kan tidak bisa berbicara. Akhirnya karena teman baik kita adalah
buku, kemampuan bersosialisasi kita agak sedikit lebih rendah daripada
orang-orang yang tidak suka baca buku. Yaudah, akhirnya teman kita itu-itu aja,
ga nambah-nambah. Ini sebenarnya dibuat-buat sih. Hihihih.
Malas
Kedua. Orang yang
membaca buku adalah orang-orang yang malas. Alasan ini adalah alasan
kontroversial. Selama ini, kutu buku dipandang sebagai orang yang baik. Dahulu,
ketika masih kecil, orang tua saya sering mengatakan “kayak si itu tuh bagus
anaknya suka baca buku”. Setelah saya menjadi orang yang suka baca buku, saya
sadar kalau suka membaca itu ada sisi negatifnya juga. Kenapa saya mengatakan
orang yang suka membaca buku adalah orang yang malas, karena lagi-lagi
pengalaman pribadi. Ketika saya malas melakukan apapun. Saya akan membaca buku.
Kalau bahasa anak sekarang itu Gabut
atau Mager. Ketika rasa itu udah
melanda. Beeeeh, itu langsung nyari buku buat dibaca. Kalau sudah baca buku
apalagi dirumah, saya sudah tidak mau melakukan apapun, bahkan pipis pun kalau
ada botol, saya akan pipis dibotol. Makan pun kadang nanti-nanti aja. Karena,
ketika saya sudah “bercengkrama” dengan buku, susah untuk move on sebelum buku
itu selesai. Itu kalau dirumah karena ga ada kerjaan aja sih. Kalau di UKM yaa
kan masih ada kerjaan lain, contohnya yaaa nge-bully junior hahaha J. Jadi, bisa dikatakan
bahwa orang yang suka baca buku itu adalah orang yang ga punya kerjaan atau
orang yang sengaja meniadakan kerjaan hanya untuk membaca buku. Yaaa bisa
dibilang malas sih kalau kayak gini. Hiihhi
Akhirnya selesai juga. Terima
kasih sudah membaca tulisan yang sebenarnya ga penting juga untuk dibaca. Ini lebih
kearah curhat sih. Yaa sebagai seorang yang “sedikit” suka baca buku. Saya merasakan
seperti yang saya paparkan diatas. Oh iya, ada satu lagi efek negative dari
baca buku, yaitu mata anda akan menjadi rusak minimal jadi make kacamata lah. Hihihi
Ganyang PKI 👏🏻
BalasHapuswww.jasvidstudio.com
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSedih banget. Ada yg pake alasan ini buat memprotes saya ttg baca buku. Hahaa. Lagipula mengapa merasa sepi jika dimana2 kita selalu bersama-Nya. Sepertinya ada yang perlu diluruskan tentang tujuan membaca -bahkan mungkin tujuan hidup:). Aih.. Anyway, thanks tulisannya. Menarik.
BalasHapus