Selasa, 20 November 2012

Agama, Anarkis, dan Pemerintah


Agama dijadikan dalil untuk berbuat Anarkis

Apasih itu Agama?? Menurut kamus besar bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang maha kuasa serta kaidah-kaidah yang behubungan dengan pergaulan dengan manusia dan semua makhluk hidup di sekitar lingkungannya. Menurut Emile Durkhiem mengatakan bahwa agama merupakan suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.

Agama juga mengatur kehidupan manusia yang berhubungan dengan pergaulan ke sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Berarti agama tidak hanya berhubungan dengan tuhan tetapi juga berhubungan dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Tetapi, sekarang agama hanya berhubungan dengan tuhan saja. Tuhan dijadikan sebagai berhala yang hanya disembah tanpa kita jalankan perintahnya atau malah perintah tuhan itu kita jadikan sebagai dalil untuk berbuat anarkis.

Dalil yang sering dipakai untuk berbuat anakis oleh sebagaian oknum adalah Amar Ma`ruf Nahyi Munkar yang mempunyai arti menyuruh kebaikan dan melarang keburukan. Menurut aliran muktazilah prinsip ini lebih banyak menyangkut amalan lahir dan bidang fiqih daripada bidang kepercayaan dan ketauhidan. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap muslim untuk menyiarkan agama dan member petunjuk kepada orang-orang sesat. Pelaksanaan kalau perlu dengan kekerasan, meskipun terhadap golongan islam sendiri.

Kata amar ma`ruf nahi munkar yang sebagian ulama menafsirkannya sebagai menyuruh kepada kebaikan dan melarang keburukan. Tetapi, apakah menyuruh dan melarangnya dengan kekerasan?? Cobalah kita telaah kembali kalimat Amar Ma`ruf. Kalimat ini terdiri dari kata Amar dan Ma`ruf. Amar yang mempunyai arti yaitu menyuruh atau memerintahkan. Yang pada intinya adalah kalimat perintah yang cukup keras. Selanjutnya, kata Ma`ruf yang mempunyai arti mengerti.

Dari pengertian dua kata diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Amar Ma`ruf adalah memerintahkan atau menyuruh kebaikan dengan cara memberi pengertian bukan dengan kekerasan. Memang aliran muktazilah menghalalkan cara kekerasan. Tetapi, untuk di Indonesia cara ini tidak efektif. Karena budaya Indonesia tidak mengenalkan kita dengan kekerasan. Tetapi, dengan lemah lembut. Kita ketahui bahwa dulu Indonesia terkenal dengan keramahannya. Sekarang bagaimana?? Indonesia tidak lagi aman dan ramah.

Ada suatu hadits (kalo ga salah) yang berbunyi “Jikalau engkau melihat kemungkaran cegahlah dengan tanganmu, jikalau tidak bisa dengan tanganmu maka dengan mulutmu, jikalau tidak bisa juga maka dengan hatimu. Nah, mungkin para oknum tersebut menggunakan aturan pertama untuk mencegah kemungkaran dan menegakkan kebaikan yaitu dengan menggunakan tangannya. Tetapi, mereka salah tafsir. Tangan disini bukan dengan kekerasan tetapi dengan kekuasaan.

Jikalau kita berbicara kekuasaan, yang mempunyai kekuasaan disini adalah pemerintah atau penguasa. Pemerintah atau penguasa lah yang mempunyai otoritas untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Polri, iya polri dalam hal ini mempunyai otoritas dalam hal tersebut.

Tetapi bagaimana jikalau penegak kebenaran dan pencegah kemungkaran sudah tidak lagi benar dan melalukan kemungkaran? Ini yang membuat para rakyat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah atau penguasa. Dan titik extremnya yaitu muncullah beberapa ormas yang mempunyai misi menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tentunya cara yang mereka lakukan menurut saya tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia yang ramah.

Penguasa Biang Semua Ini

Jadi, bisa kita tarik kesimpulan bahwa biang dari keanarkisan para oknum ormas tersebut adalah pemerintah atau penguasa di negara ini. Mereka yang ditugaskan untuk mencegah kemungkaran sudah berbuat mungkar, mereka yang ditugaskan untuk menegakkan kebenaran sudah tidak berbuat benar.

Kita ambil contoh kasus yang lagi hangat saat ini yaitu kasus KPK vs POLRI yang berebut untuk menyelesaikan kasus Korupsi. POLRI yang salah satu petingginya terkena kasus korupsi merasa berhak untuk menyelesaikan kasus ini dan KPK yang merupakan lembaga independent yang juga merasa berhak untuk menangani kasus ini. Ini terjadi kesalah pahaman antara KPK dan POLRI.

Menurut logika saya yang seharusnya menyelesaikan kasus ini adalah KPK karena ini lembaga Independent. Jikalau polri yang menyelesaikan kasus ini justru ada rasa ketika percayaan dari masyarakt Indonesia. Bagaimana mau menyelesaikan kasus korupsi jikalau anggota mereka saja melakukan korupsi.

Belum lagi contoh kasus yang menyeret oknum Polisi kedalamnya seperti narkoba, prostitusi, dan lain sebagainya. Yasudahlah lunturlah kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang satu ini. Seperti kata pepatah “Karena nila setitik rusak susu sebelangga”.

Pada akhirnya para masyarakat sudah tidak percaya dengan intitusi tersebut akibat ulah para oknum intitusi tersebut. Muncullah ormas-ormas yang melakukan tugas ini dengan menggunakan cara mereka dengan menggunakan dalil agama dan menurut saya cara mereka salah karena tidak sesuai dengan budaya orang Indonesia.

Mengatas namakan islam salah satu ormas dengan semena-mena menggantikan tugas Polisi dalam menumpas kejahatan. Seperti dijelaskan diatas mereka menggunakan prinsip aliran muktazilah yang mengahalalkan kekerasan dalam menjalankan aksinya.

Kembali ke topik agama diatas. Tuhan yang mereka sembah hanya diperlakukan sebagai berhala oleh para oknum penguasa atau pemerintah tersebut. Tidak ada agama yang menyuruh kita untuk berbuat jahat atau tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Coba kita menuhankan tuhan kita secara sebenar-benarnya TUHAN. Dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

1 komentar: