Agama dijadikan
dalil untuk berbuat Anarkis
Apasih itu Agama?? Menurut kamus
besar bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang maha kuasa serta kaidah-kaidah
yang behubungan dengan pergaulan dengan manusia dan semua makhluk hidup di
sekitar lingkungannya. Menurut Emile Durkhiem mengatakan bahwa agama merupakan
suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci.
Agama juga mengatur kehidupan
manusia yang berhubungan dengan pergaulan ke sesama manusia dan lingkungan
sekitarnya. Berarti agama tidak hanya berhubungan dengan tuhan tetapi juga
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Tetapi, sekarang agama
hanya berhubungan dengan tuhan saja. Tuhan dijadikan sebagai berhala yang hanya
disembah tanpa kita jalankan perintahnya atau malah perintah tuhan itu kita
jadikan sebagai dalil untuk berbuat anarkis.
Dalil yang sering dipakai untuk
berbuat anakis oleh sebagaian oknum adalah Amar Ma`ruf Nahyi Munkar yang
mempunyai arti menyuruh kebaikan dan melarang keburukan. Menurut aliran
muktazilah prinsip ini lebih banyak menyangkut amalan lahir dan bidang fiqih
daripada bidang kepercayaan dan ketauhidan. Prinsip ini harus dijalankan oleh
setiap muslim untuk menyiarkan agama dan member petunjuk kepada orang-orang
sesat. Pelaksanaan kalau perlu dengan kekerasan, meskipun terhadap golongan
islam sendiri.
Kata amar ma`ruf nahi munkar yang
sebagian ulama menafsirkannya sebagai menyuruh kepada kebaikan dan melarang
keburukan. Tetapi, apakah menyuruh dan melarangnya dengan kekerasan?? Cobalah
kita telaah kembali kalimat Amar Ma`ruf. Kalimat ini terdiri dari kata Amar
dan Ma`ruf. Amar yang mempunyai arti yaitu menyuruh atau
memerintahkan. Yang pada intinya adalah kalimat perintah yang cukup keras.
Selanjutnya, kata Ma`ruf yang mempunyai arti mengerti.
Dari pengertian dua kata diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa Amar Ma`ruf adalah memerintahkan atau menyuruh
kebaikan dengan cara memberi pengertian bukan dengan kekerasan. Memang aliran
muktazilah menghalalkan cara kekerasan. Tetapi, untuk di Indonesia cara ini
tidak efektif. Karena budaya Indonesia tidak mengenalkan kita dengan kekerasan.
Tetapi, dengan lemah lembut. Kita ketahui bahwa dulu Indonesia terkenal dengan
keramahannya. Sekarang bagaimana?? Indonesia tidak lagi aman dan ramah.
Ada suatu hadits (kalo ga salah)
yang berbunyi “Jikalau engkau melihat kemungkaran cegahlah dengan tanganmu,
jikalau tidak bisa dengan tanganmu maka dengan mulutmu, jikalau tidak bisa juga
maka dengan hatimu. Nah, mungkin para oknum tersebut menggunakan aturan pertama
untuk mencegah kemungkaran dan menegakkan kebaikan yaitu dengan menggunakan
tangannya. Tetapi, mereka salah tafsir. Tangan disini bukan dengan kekerasan
tetapi dengan kekuasaan.
Jikalau kita berbicara kekuasaan,
yang mempunyai kekuasaan disini adalah pemerintah atau penguasa. Pemerintah
atau penguasa lah yang mempunyai otoritas untuk mengajak kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Polri, iya polri dalam hal ini mempunyai otoritas dalam hal
tersebut.
Tetapi bagaimana jikalau penegak
kebenaran dan pencegah kemungkaran sudah tidak lagi benar dan melalukan
kemungkaran? Ini yang membuat para rakyat sudah tidak percaya lagi dengan
pemerintah atau penguasa. Dan titik extremnya yaitu muncullah beberapa ormas
yang mempunyai misi menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tentunya cara
yang mereka lakukan menurut saya tidak sesuai dengan budaya masyarakat
Indonesia yang ramah.
Penguasa Biang
Semua Ini
Jadi, bisa kita tarik kesimpulan
bahwa biang dari keanarkisan para oknum ormas tersebut adalah pemerintah atau
penguasa di negara ini. Mereka yang ditugaskan untuk mencegah kemungkaran sudah
berbuat mungkar, mereka yang ditugaskan untuk menegakkan kebenaran sudah tidak
berbuat benar.
Kita ambil contoh kasus yang lagi
hangat saat ini yaitu kasus KPK vs POLRI yang berebut untuk menyelesaikan kasus
Korupsi. POLRI yang salah satu petingginya terkena kasus korupsi merasa berhak
untuk menyelesaikan kasus ini dan KPK yang merupakan lembaga independent yang
juga merasa berhak untuk menangani kasus ini. Ini terjadi kesalah pahaman
antara KPK dan POLRI.
Menurut logika saya yang seharusnya
menyelesaikan kasus ini adalah KPK karena ini lembaga Independent. Jikalau
polri yang menyelesaikan kasus ini justru ada rasa ketika percayaan dari
masyarakt Indonesia. Bagaimana mau menyelesaikan kasus korupsi jikalau anggota
mereka saja melakukan korupsi.
Belum lagi contoh kasus yang menyeret
oknum Polisi kedalamnya seperti narkoba, prostitusi, dan lain sebagainya.
Yasudahlah lunturlah kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang satu ini.
Seperti kata pepatah “Karena nila setitik rusak susu sebelangga”.
Pada akhirnya para masyarakat sudah
tidak percaya dengan intitusi tersebut akibat ulah para oknum intitusi
tersebut. Muncullah ormas-ormas yang melakukan tugas ini dengan menggunakan
cara mereka dengan menggunakan dalil agama dan menurut saya cara mereka salah
karena tidak sesuai dengan budaya orang Indonesia.
Mengatas namakan islam salah satu
ormas dengan semena-mena menggantikan tugas Polisi dalam menumpas kejahatan.
Seperti dijelaskan diatas mereka menggunakan prinsip aliran muktazilah yang
mengahalalkan kekerasan dalam menjalankan aksinya.
kongkrit mas bro
BalasHapus