Selasa,
20 Desember 2016
Saya
lihat jam di HP masih menunjukkan pukul 05.00. tumben sekali jam segini udah
bangun. Biasanya jam segini masih belum tidur atau bahkan baru mau mulai tidur.
Karena jika saya tidur sebelum subuh biasanya saya tidak akan bangun subuh.
Makanya saya tidur habis subuh biar tidak ketinggalan sholat subuhnya. Setelah
saya menunaikan sholat subuh, saya bingung mau melakukan apa. Mau tidur lagi
sudah tidak bisa. Akhirnya saya teringat akan agenda hari ini. Ternyata pilihan
itu masih membuat saya dilema. Mau UKM atau ikut jalan-jalan. Ada seorang
saudara jauh saya yang kuliah di malang yang orangtuanya merupakan kepala
sekolah MA. Attaqwa puteri. Dia menghubungi saya bahwasanya dia akan menjemput
saya pukul 06.30 untuk ikut ke hotel. Awalnya sih cuman mau ikut sarapan aja.
Soalnya bagi saya, tanggal seperti ini bukan lagi tanggal yang layak untuk
sarapan. Mumpung gratis yaa saya terima saja ajakannya. Setelah mandi dan
siap-siap, jemputan pun datang. Setelah sampai hotel saya pun langsung menuju
tempat makan. Tanpa Ba Bi Bu saya langsung menyerbu meja prasmanan. Yaa gimana
sih, mahasiswa tua plus dalam keadaan tanggal tua. Yaaa kalap lah. Porsi yang
saya ambil tidak layak dikatakan sebagai porsi sarapan, lebih tepatnya porsi
tumpeng. Lauknya boleh sedikit yang penting nasinya banyak.
Setelah
makan, merupakan puncak dari kegaluan
saya hari ini. Disatu sisi saya ingin ikut acara di UKM. Karena sosok Soe Hok
Gie sangat menginspirasi saya. Di sisi yang lain saya tidak enak dengan saudara
saya. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut jalan-jalan tetapi ikut acara
di UKM. Karena yang saya fikirkan adalah ribetnya jalan-jalan dengan yang
namanya wanita. Satu wanita saja sudah ribet apalagi 4 bus wanita heheh.
Tetapi, ketika sudah sampai di lobby hotel saya singgah sebentar di salah satu
minimarket untuk membeli eskrim. Dan disana ada saudara saya itu. Yaudah saya
disuruh untuk membawakan tas anak beliau masuk ke dalam Bus. Waah ini
bau-baunya sudah tidak bisa melarikan diri. Tapi, akal busuk saya masih
bekerja. Setelah masuk bus, saya bilang mau ke minimarket lagi untuk menyapa
beberapa alumni pondok yang sama-sama melanjutkan kuliah di malang. Padahal mah
mau melarikan diri. Setelah bisa keluar dan pura-pura ngobrol dengan mereka
(alumni pondok) terdengar teriakan seseorang yang memanggil nama saya. Saya
sangat kenal dengan suara itu. Ternyata suadara saya itu mengerti akal bulus
saya untuk tidak ikut. Akhirnya mau tidak mau saya ikut dalam perjalanan kali
ini. Dan saya ditempatkan di Bus 4. Bus yang tidak ada sama sekali guru-guru
senior disana. Yang ada hanya salah satu kakak kelas saya, santri Pesantren
Tinggi Attaqwa (PTA) dan salah satu crew Berkah Tour n Travel. Waaah pas
sekali. Saya bisa sedikit “menggila” ditambah dengan supir bus yang sangat
bersahabat dan sering melemparkan guyonan yang membuat seisi bus tertawa.
Mungkin dari seluruh bus. Bus 4 ini merupakan Bus yang paling damai (tidak ada
gangguan) dan paling berisik.
Tugas
saya di bus 4 adalah menjadi pemandu wisata. Menjelaskan tentang apa saja yang
ada disekitaran jalan yang kita lewati menuju coban rondo. Yaa tentunya
diselingi dengan goyunan para penghuni bus. Tidak ada rasa canggung antara para
santri, crew, supir, dan saya. Kita seperti sudah bertemu lama padahal saya
baru bertemu mereka hari ini. Mungkin ini, merupakan didikan pondok. Jika saya
flashback, saya dulunya adalah orang yang sangat tertutup dan susah bergaul.
Setelah 6 tahun di pondok, sifat saya berubah 1800.
Sebelum
sampai di coban rondo, saya sedikit bercerita tentang legenda coban rondo.
Mitosnya adalah siapa yang datang ke coban rondo dengan pasangannya, setelah
pulang mereka akan putus. Yaa gapapa sih. Toh saya juga ga punya pasangan (lah
malah curhat). Setelah menceritakan mitos tersebut terjadi lagi saut-sautan
atau malah membully satu sama lain. Ada satu yang terkena bully waktu itu. Yang
kena adalah orang yang duduk disamping saya. Yang tidak lain adalah kakak kelas
saya sendiri. Dan yang peremuannya saya tidak kenal namanya dan juga mukanya
juga sedikit lupa. Karena saya melihat kalau muka santri putri itu hampir semua
sama. Seperti kembar begitu hehehe. Yaaa mungkin mereka cuman bercanda. Tetapi,
beneran juga tidak apa-apa. Soalnya kakak kelas saya itu memang sudah saatnya
menikah hehehe.
Setelah
sampai di coba rondo. Kita pun berpencar. Saya bingung mau kemana. Entah berapa
kali saya kesini. Tidak terhitung mungkin. Dan tempatnya yaa gitu-gitu aja.
Akhirnya saya ikut pergi ke air terjun. Disana rombongan saudara saya minta
untuk berfoto. Sekalian untuk laporan saya ke orangtua bahwa saya sudah bertemu
mereka. Sehabis berfoto, saya seperti disidang. Ditanya ini itu lah. Sampai
ditanya kapan lulus. Heheh. Disidang di depan khalayak banyak. Tapi, gapapalah
yang penting mereka semua senang. Walaupun saya yang tekanan batin. Heheh. Tidak
ada yang menarik ketika di coban rondo.
Setelah
sholat dzuhur dan makan siang. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Museum Angkut.
Ternyata museum angkut dalam keadaan padat merayap. Saya sempat mengurungkan
niat untuk masuk ke museum angkut. Dengan mengatur para santri untuk masuk ke
dalam antrian, saya berharap dilupakan oleh mereka dan akhirnya tidak masuk ke
dalam. Karena dengan keramaian yang seperti ini, alangkah lebih baiknya
menunggu di pintu keluar. Entah itu ngopi atau membaca buku yang belum selesai
dibaca. Tetapi, ketika antrian sudah sepi saya dipanggil oleh salah satu crew.
Dia menanyakan tatacara penggunaan loker pentipan barang. Yaudah saya ditanya
apakah saya mendapatkan tiket apa belum. Yaa saya bilang belum. Dan kakak kelas
saya tersebut memberikan saya uang untuk membeli tiket. Yaa mau gamau ikut juga
ke dalam.
Nah
disinilah kejadian yang agak sedikit menarik. Ketika mengantri dan mulai masuk
ke dalam museum angkut saya terjebak dengan 4 orang santri. Karena saya
mengetauhi seluk beluk museum angkut, saya pun menjadi tour guide untuk mereka
berempat. Selain menjadi tour guide saya juga menjadi tukang foto untuk mereka
berempat. Disinilah kita mulai banyak ngobrol. Mulai dari lokasi-lokasi museum
angkut, membully teman mereka, membully “nenek-nenek” (hanya kami berlima yang
tahu makna nenek-nenek itu), masalah kuliah dan lain sebagainya. Foto-foto yang
agak konyol sempat terdokumentasikan, yaa walaupun kamera yang saya pegang
sudah saatnya untuk masuk tong sampah. Entah kamera siapa itu.
Ketika
rombongan kita berlima ini sampai di Istana Buckingham, kita beristirahat.
Karena mereka sudah merasa capai. Lumayan lama kita disana. Banyak juga yang
kita bahas. Apalagi masalah percintaan mereka. Ada yang curhat seperti ini lah,
seperti itu lah. saya hanya bisa tersenyum dan membully mereka. Dan akhirnya
saya memberikan pandangan saya tentang apa itu cinta. Mengapa sampai sekarang
saya masih betah untuk menjomblo. Ada juga yang mulai bertanya tentang kuliah,
sampai kepada kehidupan ketika kuliah. Bagaimana pergaulan yang ada di malang.
Saya menjadi pendongeng untuk 4 santri ini. Sampai ketika ada obrolan pun
sampai membahas tentang matematika dan berakhir dengan obrolan filsafat dan
tasawuf. Saya hanya bisa berharap apa yang kita obrolkan tentang filsafat dan
tasawuf sudah hilang dalam ingatan mereka. Karena menurut saya belum saatnya
mereka mendapatkan kajian seperti itu. Waktu itu yaa saya terpaksa mengatakanya
karena keterkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan.
Ternyata
sudah lama kita ngobrol sampai lupa waktu. Mungkin kalau tidak ditelfon oleh
saudara saya, kita masih ngobrol sampai matahari hampir terbenam. Sambil
tertawa kita melangkah menuju pintu keluar museum angkut. Setelah keluar dari
museum angkut, kita segera menuju bus masing-masing. Baru 2 tempat saja sudah
membuat saya lelah. Menjelang maghrib, kita meninggal museum angkut menuju ke
tempat pembelian oleh-oleh khas malang. Satu tempat yang saya benci adalah
tempat belanja. Entah kenapa saya bisa benci dengan tempat belanja. Pusing
ketika masuk ke dalam tempat seperti itu. Setelah sampai ketempat oleh-oleh
saya hanya membeli satu buah ikat pinggang saja. Dan menitipkan pembayaran
kepada salah satu santri yang satu bus dengan saya. Kepala ini sudah pusing. Setelah
dari tempat oleh-oleh kita akan menuju restoran untuk makan malam.
Saya
kira, keseruan hari ini sudah berakhir ketika rombongan meninggalkan museum
angkut. Tetapi, anggapan itu sirna ketika supir bus, kenek dan saya melontarkan
tebak-tebakan dengan iming-iming voucher belanja (baca:uang). Dari pintu keluar
restoran sampai depan pintu hotel kita tidak berhenti tertawa. Kita tertawa
seperti tanpa sebab. Apa saja bisa membuat kita tertawa. Celetukan ala santri
Attaqwa keluar. Membuat saya menikmati kenangan ketika masih menjadi santri di
Attaqwa. Hal sepele saja bisa membuat kita tertawa bahagia. Masa dimana saya
bisa mentertawakan apapun. Bahkan masalah hidup pun bisa saya tertawakan. Mungkin, “Cara terbaik menjalani hidup adalah
bertingkah laku seperti anak kecil, tidak peduli berapapun umurmu”. Karena
menurut saya, ketika kita kecil, menemukan bahagia itu sederhana sekali.
menonton anime (kartun) favorite dan menceritakannya kepada teman sudah
bahagia. Tetapi, mengapa ketika dewasa kita
susah sekali menemukan kebahagiaan?. Pertanyaan yang masih belum bisa saya
jawab. Susahnya melebihi soal UN. Jika soal UN kita tidak tahu jawabannya bisa
nyontek. Tapi kalau pertanyaan seperti itu, mau nyontek gimana.
Agenda
hari ini, berakhir dengan masuknya para rombongan ke tempat peristirahatannya
masing-masing. Besok saatnya untuk kunjungan ke UIN dan Selecta serta mengantar
rombongan ke stasiun. Karena besok adalah hari terakhir. Akankan ada lagi
keceriaan seperti hari ini? Saya pun masih belum bisa membayangkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar