“Hidup
adalah ular. Keduanya sama, Firdaus. Bila ular itu menyadari bahwa kau itu
bukan ular, dia akan menggigitmu. Dan bila hidup itu tahu kau tidak punya
sengatan, dia akan menghancurkanmu.”
Sudah
lama juga saya tidak posting sebuah tulisan di blog ini. bukan karena malas
tetapi yaa memang tidak gairah untuk menulis. Lebih banyak menghabiskan waktu
dengan bermain bersama handphone dan membaca buku. ketika selesai membaca buku
ada niatan untuk berbagi hasil bacaan saya di blog ini tapi, yaa niatan itu
hanya sampai pada diary saja. Kali ini saya coba memaksakan untuk menulis hasil
dari bacaan saya.
Dulu
saya pernah ditanya kenapa saya suka baca buku. padahal waktu masih sekolah
dasar saya malas sekali membaca, harus disuruh dulu baru mau baca buku. tapi,
itu semua berubah ketika saya menemukan tumpukan buku LUPUS yang ditulis Boim
Lebon. Ketika membaca kisah-kisah Lupus inilah saya menemukan kebahagiaan dari
membaca dan rasa bahagia itu terus tumbuh sampai sekarang. Dengan berbagi hasil
bacaan saya di blog ini, saya berharap bisa menularkan minat untuk membaca buku
kepada siapa saja yang membaca tulisan ini. dan akhirnya, membuat mereka
menjadi bahagia dengan membaca buku.
Kali
ini, saya mencoba berbagi tentang buku yang berjudul “Firdaus, Perempuan di
Titik Nol”. Sebuah novel karya Nawal El-Saadawi yang diterjemahkan oleh Amir
Sutaarga dan diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sebenarnya, saya
sudah lama ingin membeli buku ini, dari sekitar pertengahan tahun ini. tetapi,
karena sesuatu hal jadi baru bisa beli awal bulan Desember ini. Novel ini
bercerita tentang seorang pelacur yang menunggu hari dimana dia akan dihukum
gantung karena membunuh seseorang. Di hari terakhir kehidupannya dia
menceritakan kepada seorang dokter (yang juga seorang penulis) tentang
kehidupannya sebelum ditangkap polisi dan divonis hukuman gantung. Secara garis
besar, Firdaus ingin bercerita bahwa bobroknya dunia karena kekuasaan
laki-laki.
Firdaus
merupakan seorang perempuan yang sangat membenci laki-laki. hal ini dikarenakan
pengalaman hidupnya dari dia kecil sampai dewasa. Ayah, seharusnya sebagai tempat
dia menemukan sosok pengayom pertama dalam hidupnya malah bertindak seperti
raja yang menindas. Dikisahkan oleh Firdaus, bahwa ayahnya tidak akan melupakan
makan malam sebelum tidur. Ayahnya akan selalu makan malam walaupun persediaan
makanan menipis dan anggota keluarganya yang lain tidak makan. Pernah sekali
waktu Firdaus sangat lapar, dia mengambil makanan yang disiapkan untuk ayahnya,
dan ketahuan oleh ayahnya. Alhasil, firdaus habis dipukuli oleh ayahnya.
Setelah
semua anggota keluarganya meninggal, dia pun diasuh oleh pamannya, disekolahkan
hingga sekolah menengah. Tetapi, dari pamannya inilah dia menerima pelecehan
seksual untuk pertama kalinya. Firdaus menyelesaikan sekolah menengahnya dengan
predikat terbaik kedua di sekolah dan peringkat ketujuh diseluruh Mesir. Dengan
prestasi yang gemilang ini, ada kehendak dari pamannya dan istri pamannya untuk
menyekolahkan Firdaus ketingkat yang lebih tinggi, tapi apa daya keuangan
mereka tidak cukup. Dan akhirnya, kehidupan Firdaus berakhir pada pernikahannya
dengan seorang duda pensiunan bernama Syekh Mahmoud. Penderitaannya tidak
berakhir sampai disini, karena ketika menikah inilah Firdaus mendapatkan
kekerasan fisik yang lebih berat. Syekh Mahmoud adalah seorang yang irit
cenderung pelit. Dia tidak akan membiarkan pemborosan, bahkan hanya untuk
beberapa beberapa butir makanan yang tersisa dipiring Firdaus. Pertama kali
firdaus menyisakan makanannya, Syekh Mahmoud hanya memakan sisa makanan Firdaus
tersebut. Lama kelamaan, pukulan demi pukulan tak lagi terhindarkan. Tidak
tahan dengan itu, Firdaus pun kembali ke rumah pamannya untuk mengadu. Bukannya
dibela, pamannya malah membenarkan tindakan yang dilakukan Syekh Mahmoud
tersebut atas dasar agama. Pamannya mengatakan bahwa laki-laki yang memahami
agama itulah yang suka memukuli istrinya. Aturan agama mengijinkan untuk
melakukan hukuman itu. Setelah itu, Firdaus kembali kerumah suaminya. Tetapi,
kekerasan terhadap Firdaus tidak berhenti. Akhirnya, Firdaus melarikan diri
dari rumah suaminya tersebut. Kisah seterusnya silahkan beli dan baca sendiri
novelnya hehehe.
Dalam
pelariannya inilah dia bertemu dengan banyak orang yang kemudian menjadikannya
sebagai pelacur papan atas. Kisahnya menjadi seorang pelacur dimulai dengan
bertemunya Firdaus dengan orang yang bernama Sharifa. Sharifa lah yang pertama
kali mempekerjakan Firdaus menjadi seorang pelacur dengan bayaran tinggi.
Tetapi, Firdaus seperti tidak mendapatkan apa-apa dari jerih payahnya menjadi
seorang pelacur. Kemudian Firdaus menjadi pelacur Independent tanpa mucikari dan mulai bisa “menghargai” tubuhnya
sendiri. Disini dia mulai bertemen dengan banyak orang. Salah satunya Di’aa
yang merupakan seorang wartawan. Dari Di’aa inilah Firdaus mendapatkan sebuah
rasa pertemanan. Tetapi, hal itu sirna ketika Di’aa mengatakan bahwa pekerjaan
Firdaus itu tidak terhormat. Dan mulai dari sinilah Firdaus meninggalkan Di’aa.
Setelah
meninggalkan Di’aa, Firdaus mulai mencari pekerjaan dengan modal ijazah dan
piagam penghargaan ketika sekolah menengah dulu. Dia menjadi sekretaris
direktur pada sebuah perusahaan. Disini juga untuk pertama kalinya Firdaus
merasakan nikmatnya jatuh cinta. Tetapi, kemudian cinta itu hanya dibalas
dengan penghianatan oleh laki-laki yang Firdaus cintai. Sekali lagi, dia
menikmati sebuah rasa kecewa akibat seorang laki-laki. tidak akan lagi Firdaus
memberikan kepercayaan kepada seorang laki-laki, siapapun itu. Setelah itu,
Firdaus pun berhenti dari pekerjaannya tersebut dan kembali menjadi pelacur
papan atas dengan bayaran yang tinggi.
Dari
novel ini ada beberapa pesan yang saya ambil. Mulai dari kekerasan dalam rumah
tangga atas dasar agama, berkuasanya laki-laki atas perempuan dan budaya
patriarki yang masih kuat serta cinta yang digunakan laki-laki untuk
memperbudak perempuan. Walaupun cerita ini pertama kali diterbitkan di
Indonesia pada tahun 1989 tetapi, pesan yang terkandung didalamnya masih
berlaku sampai sekarang.
Pertama
adalah kekerasan dalam rumah tangga yang seakan “diamini” oleh agama yang
kemudian menimbulkan budaya patriarki yang sangat mengakar dan begitu kuat dalam
Islam. Saya pernah mendengarkan ceramah bahwa surganya istri ada pada suami.
Hal ini lah yang membuat laki-laki dalam rumah tangga menjadi superior
dibandingkan dengan wanita. Untuk keluar rumah saja istri harus meminta izin
kepada suami. Tetapi tidak berlaku sebaliknya. Suami harus tahu untuk keperluan
apa sang istri keluar. Tetapi, sang istri tidak berhak mengetahui untuk
keperluan apa sang suami keluar. Yang istri tahu bahwa suaminya keluar untuk
mencari nafkah demi dapur tetap ngebul. Padahal
kalo kita lihat sejarah, laki-laki lah yang membuat perempuan hanya bekerja di
dapur dan tempat tidur. Dahulu, tugasnya laki-laki adalah berburu dan perempuan
bertani. Setelah buruan makin menipis, laki-laki pun mulai bertani dan
perempuan memasak di dapur. Dan sekarangpun banyak laki-laki yang memilih untuk
memasak. Lalu perempuan? Yaa hanya menjadi penghangat tempat tidur. Artinya,
perempuan hanya menjadi budak dalam rumah tangga. Dari kasus rumah tangga yang
dialami oleh Firdaus, dia mendapatkan kesimpulan bahwa Perkawinan adalah
lembaga yang dibangun atas penderitaan yang paling kejam untuk kaum wanita. Dan
tidak jauh berbeda dengan Firdaus, saya mengatakan bahwa pernikahan adalah
penghisapan manusia terhadap manusia atas nama cinta.
Tetapi,
saya tidak melihat sosok suami yang seperti itu pada bapak saya (selama yang
saya lihat sih seperti itu, soalnya saya jarang dirumah. Dirumah hanya setahun
sekali). Bapak saya mengajarkan kepada saya bahwa tugas seorang ibu adalah
menjadi sekolah pertama untuk anaknya (kebetulan ibu seorang guru). Untuk
masalah cuci pakaian, masak dan tugas rumah tangga lainnya tidak dibebankan
kepada Ibu. Bapak nyuci sendiri pakaiannya dan kemudian disetrika oleh saya
(jika saya dirumah) atau oleh adik saya. Masalah memasak yaa jika Ibu mau masak
yaa masak. Jika ibu lagi capek dan tidak bisa memasak, Bapak tidak marah dan
kemudian membeli makanan diluar entah itu sate atau soto (lebih sering dua
jenis makanan itu). Untuk bersih-bersih rumah yaa diserahkan kepada
anak-anaknya hahahahaha. Menurut saya, kekerasan dalam rumah tangga yang
katanya “diamini” oleh agama itu adalah salah besar. Karena saya tidak pernah
membaca sejarah (atau memang tidak dikisahkan) bahwa Nabi Muhammad pernah
bertindak kasar terhadap istri beliau. Disini, malah agama menjadi berhala atau
manjadi tuhan itu sendiri dan akhirnya manusia itu lupa siapa tuhannya yang
sebenarnya. Aku tidak pernah membaca dalam Al-quran bahwa bertindak kasar
kepada istri itu diijinkan. Malah aku pernah dengar bahwa ketika seseorang
malakukan kesalahan kita harus menegurnya dengan 3 tahapan yang pertama adalah
dengan tangan, kemudian omongan, dan terakhir dengan hati. Dengan tangan bukan
dalam artian main kasar tetapi tangan disini merupakan kekuasaan dan sudah
seharunya para penguasa bertindak bijaksana. Tidak semua kesalahan diganjar
dengan kekerasan. Tetapi, banyak yang salah kaprah bahwa tangan disini adalah
tangan untuk melakukan kekerasan.
Kekerasan
dalam rumah tangga memang didominasi oleh laki-laki. kita bisa buka data
manapun bahwa KDRT pelakukanya didominasi oleh laki-laki dan tidak hanya itu,
laki-laki juga berkuasa disegala lini. Di Indonesia sendiri, sebelum kita tersadarkan
karena surat Kartini, perempuan selalu berada dibawah laki-laki. semua
pekerjaan adalah milik laki-laki. perempuan hanya diam dirumah, memasak dan
melayani nafsu seks laki-laki. tidak diperbolehkan untuk bersekolah dan lain
sebagainya. Dahulu di Negara-negara barat wanita tidak bisa bersaksi dalam
pengadilan. Ketika wanita bersaksi dipengadilan, maka kesaksiannya dianggap
gagal. Di Yunani, prostitusi muncul karena tidak berharganya wanita di Yunani
waktu itu. Akhirnya, untuk membuat diri mereka merasa dihargai dan diayomi,
para perempuan ini menjadi pelacur peliharaan para pemangku kekuasaan. Dalam
sejarah Islam pun begitu. Dahulu, sebelum nabi Muhammad turun, anak perempuan
dikubur hidup-hidup karena tidak akan berguna di masa depan. Doktrin dalam
Islam mengajarkan bahwa “laki-laki lebih kuat daripada perempuan”. Doktrin
inilah yang ditelan mentah-mentah oleh para laki-laki Islam. Kata “kuat” disini
diartikan dalam bentuk “fisik”. Oleh karena itulah laki-laki bertindak
sesukanya kepada perempuan. Menurut saya, doktrin ini harus ditafsirkan ulang
dengan konteks masa kini. “Kuat” disini, menurut saya tidak hanya berkaitan
dengan fisik tetapi juga mental yang bekerja. Aku pernah diskusi dengan seorang
perempuan dan dia mengatakan bahwa memang kalau mental laki-laki lebih kuat
dari perempuan. Dan kita tidak bisa menafikkan bahwa perempuan pun bisa
memiliki mental seorang laki-laki. Ketika itu terjadi, jangan salahkan
perempuan jika mereka berada diatas laki-laki. contohnya adalah Presiden kelima
kita, Megawati Soekarno Putri. Terlepas dari segala macam konspirasi naiknya
beliau menjadi presiden. Megawati ditempa oleh hidup yang keras, orangtuanya
diasingkan oleh orde baru dan sampai dia di DO karena masalah politik. Dan
akhirnya mental kuat pun dimiliki oleh Megawati sampai dia bisa memimpin Negara
ini.
Selanjutnya,
Firdaus mengajarkan kepada saya bahwa cinta bisa membutakan kita. Kita bisa
bertindak hal yang tidak masuk akal atas dasar cinta. Contoh ketika dia bekerja
sebagai sekretaris dan dia mencintai seorang laki-laki bernama Ibrahim. Firdaus
rela memberikan tubuhnya tanpa bayaran kepada Ibrahim. Padahal dahulu ketika
menjadi pelacur, untuk menikmati tubuhnya diperlukan uang sekitar 10 pon atau
bahkan lebih. Jangan jauh-jauh ke Firdaus, kita bisa melihat cinta yang buta
itu ke kehidupan sehari-hari. Saya tidak munafik, saya beberapa kali
menyaksikan di kost-kostan tempat saya tinggal teman-teman saya dengan
seenaknya melakukan hubungan suami istri dengan pacarnya. Hanya dengan perasaan
cinta dia dengan mudahnya mendapatkan tubuh pacarnya. Dan pacarnya pun rela
untuk membiarkan tubuhnya dinikmati. Menurut saya, yang dilakukan pacar
teman-teman saya itu lebih rendah dari pelacur. Pelacur tahu bahwa tubuhnya
mempunyai harga yang tinggi dan dia memberika tarif untuk sekali berkencan. Dan
para pacar teman saya ini hanya memberikan tarif berupa kata-kata cinta.
Sungguh murah sekali tubuh anda itu hehehe. Dan akhirnya saya dapat pelajaran
bahwa, CINTA ADALAH KESALAHAN DALAM SIRKUIT OTAK MANUSIA YANG MEMBUAT KITA
TIDAK BISA BERFIKIR LOGIS.
Satu
pelajaran yang paling berharga dari novel ini adalah kegemaran akan membaca.
Firdaus yang ketika sekolah menengah berada diasrama, banyak menghabiskan
waktunya di perpustakaan. Bahkan sampai dia menjadi seorang pelacur, di
Apartement tempat dia tinggal, Firdaus mempunyai satu ruangan untuk
perpustakaan dan hanya dia yang boleh masuk ke ruangan tersebut. Buku lah yang
membuat Firdaus bisa berfikir kritis dan bisa menentukan tarif terhadap
tubuhnya serta memilih pelanggan mana yang layak mengencaninya. Di sekolah
dulu, saya pernah diajarkan bahwa “sebaik-baiknya teman duduk adalah buku”.
pepatah ini yang masih saya pegang sampai sekarang. Bahkan dimasa saya susah
untuk berteman dengan seseorang, buku selalu setia menemani saya kapanpun dan
dimanapun. Bagi saya, sulit untuk menemukan teman diatara manusia disekeliling
saya, tapi saya akan dengan mudah menemukan teman hanya dengan kombinasi huruf.
Masih
banyak pelajaran yang diajarkan oleh Firdaus, khususnya adalah bagaimana cara
bertahan hidup di dunia yang keras ini. Saya hanya bisa menulis sedikit saja.
saya lebih menyarankan kepada pembaca blog ini untuk membeli Novel ini. tulisan
ini adalah sudut pandang saya. ketika anda membaca sendiri novel ini, maka
pengalaman dan pelajaran yang akan anda dapatkan sesuai dengan hidup anda
sendiri. “AMBIL SATU BUKU SECARA ACAK, MAKA DIA AKAN MENJAWAB PERTANYAANMU HARI
INI”
Baru kali ini aku setuju sama tulisanlu. Wkw
BalasHapus