Rabu, 11 Desember 2019

Pelajaran dari Firdaus


“Hidup adalah ular. Keduanya sama, Firdaus. Bila ular itu menyadari bahwa kau itu bukan ular, dia akan menggigitmu. Dan bila hidup itu tahu kau tidak punya sengatan, dia akan menghancurkanmu.”


Sudah lama juga saya tidak posting sebuah tulisan di blog ini. bukan karena malas tetapi yaa memang tidak gairah untuk menulis. Lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain bersama handphone dan membaca buku. ketika selesai membaca buku ada niatan untuk berbagi hasil bacaan saya di blog ini tapi, yaa niatan itu hanya sampai pada diary saja. Kali ini saya coba memaksakan untuk menulis hasil dari bacaan saya.

Dulu saya pernah ditanya kenapa saya suka baca buku. padahal waktu masih sekolah dasar saya malas sekali membaca, harus disuruh dulu baru mau baca buku. tapi, itu semua berubah ketika saya menemukan tumpukan buku LUPUS yang ditulis Boim Lebon. Ketika membaca kisah-kisah Lupus inilah saya menemukan kebahagiaan dari membaca dan rasa bahagia itu terus tumbuh sampai sekarang. Dengan berbagi hasil bacaan saya di blog ini, saya berharap bisa menularkan minat untuk membaca buku kepada siapa saja yang membaca tulisan ini. dan akhirnya, membuat mereka menjadi bahagia dengan membaca buku.

Kali ini, saya mencoba berbagi tentang buku yang berjudul “Firdaus, Perempuan di Titik Nol”. Sebuah novel karya Nawal El-Saadawi yang diterjemahkan oleh Amir Sutaarga dan diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sebenarnya, saya sudah lama ingin membeli buku ini, dari sekitar pertengahan tahun ini. tetapi, karena sesuatu hal jadi baru bisa beli awal bulan Desember ini. Novel ini bercerita tentang seorang pelacur yang menunggu hari dimana dia akan dihukum gantung karena membunuh seseorang. Di hari terakhir kehidupannya dia menceritakan kepada seorang dokter (yang juga seorang penulis) tentang kehidupannya sebelum ditangkap polisi dan divonis hukuman gantung. Secara garis besar, Firdaus ingin bercerita bahwa bobroknya dunia karena kekuasaan laki-laki.

Firdaus merupakan seorang perempuan yang sangat membenci laki-laki. hal ini dikarenakan pengalaman hidupnya dari dia kecil sampai dewasa. Ayah, seharusnya sebagai tempat dia menemukan sosok pengayom pertama dalam hidupnya malah bertindak seperti raja yang menindas. Dikisahkan oleh Firdaus, bahwa ayahnya tidak akan melupakan makan malam sebelum tidur. Ayahnya akan selalu makan malam walaupun persediaan makanan menipis dan anggota keluarganya yang lain tidak makan. Pernah sekali waktu Firdaus sangat lapar, dia mengambil makanan yang disiapkan untuk ayahnya, dan ketahuan oleh ayahnya. Alhasil, firdaus habis dipukuli oleh ayahnya.

Setelah semua anggota keluarganya meninggal, dia pun diasuh oleh pamannya, disekolahkan hingga sekolah menengah. Tetapi, dari pamannya inilah dia menerima pelecehan seksual untuk pertama kalinya. Firdaus menyelesaikan sekolah menengahnya dengan predikat terbaik kedua di sekolah dan peringkat ketujuh diseluruh Mesir. Dengan prestasi yang gemilang ini, ada kehendak dari pamannya dan istri pamannya untuk menyekolahkan Firdaus ketingkat yang lebih tinggi, tapi apa daya keuangan mereka tidak cukup. Dan akhirnya, kehidupan Firdaus berakhir pada pernikahannya dengan seorang duda pensiunan bernama Syekh Mahmoud. Penderitaannya tidak berakhir sampai disini, karena ketika menikah inilah Firdaus mendapatkan kekerasan fisik yang lebih berat. Syekh Mahmoud adalah seorang yang irit cenderung pelit. Dia tidak akan membiarkan pemborosan, bahkan hanya untuk beberapa beberapa butir makanan yang tersisa dipiring Firdaus. Pertama kali firdaus menyisakan makanannya, Syekh Mahmoud hanya memakan sisa makanan Firdaus tersebut. Lama kelamaan, pukulan demi pukulan tak lagi terhindarkan. Tidak tahan dengan itu, Firdaus pun kembali ke rumah pamannya untuk mengadu. Bukannya dibela, pamannya malah membenarkan tindakan yang dilakukan Syekh Mahmoud tersebut atas dasar agama. Pamannya mengatakan bahwa laki-laki yang memahami agama itulah yang suka memukuli istrinya. Aturan agama mengijinkan untuk melakukan hukuman itu. Setelah itu, Firdaus kembali kerumah suaminya. Tetapi, kekerasan terhadap Firdaus tidak berhenti. Akhirnya, Firdaus melarikan diri dari rumah suaminya tersebut. Kisah seterusnya silahkan beli dan baca sendiri novelnya hehehe.

Dalam pelariannya inilah dia bertemu dengan banyak orang yang kemudian menjadikannya sebagai pelacur papan atas. Kisahnya menjadi seorang pelacur dimulai dengan bertemunya Firdaus dengan orang yang bernama Sharifa. Sharifa lah yang pertama kali mempekerjakan Firdaus menjadi seorang pelacur dengan bayaran tinggi. Tetapi, Firdaus seperti tidak mendapatkan apa-apa dari jerih payahnya menjadi seorang pelacur. Kemudian Firdaus menjadi pelacur Independent tanpa mucikari dan mulai bisa “menghargai” tubuhnya sendiri. Disini dia mulai bertemen dengan banyak orang. Salah satunya Di’aa yang merupakan seorang wartawan. Dari Di’aa inilah Firdaus mendapatkan sebuah rasa pertemanan. Tetapi, hal itu sirna ketika Di’aa mengatakan bahwa pekerjaan Firdaus itu tidak terhormat. Dan mulai dari sinilah Firdaus meninggalkan Di’aa.

Setelah meninggalkan Di’aa, Firdaus mulai mencari pekerjaan dengan modal ijazah dan piagam penghargaan ketika sekolah menengah dulu. Dia menjadi sekretaris direktur pada sebuah perusahaan. Disini juga untuk pertama kalinya Firdaus merasakan nikmatnya jatuh cinta. Tetapi, kemudian cinta itu hanya dibalas dengan penghianatan oleh laki-laki yang Firdaus cintai. Sekali lagi, dia menikmati sebuah rasa kecewa akibat seorang laki-laki. tidak akan lagi Firdaus memberikan kepercayaan kepada seorang laki-laki, siapapun itu. Setelah itu, Firdaus pun berhenti dari pekerjaannya tersebut dan kembali menjadi pelacur papan atas dengan bayaran yang tinggi.

Dari novel ini ada beberapa pesan yang saya ambil. Mulai dari kekerasan dalam rumah tangga atas dasar agama, berkuasanya laki-laki atas perempuan dan budaya patriarki yang masih kuat serta cinta yang digunakan laki-laki untuk memperbudak perempuan. Walaupun cerita ini pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 1989 tetapi, pesan yang terkandung didalamnya masih berlaku sampai sekarang.

Pertama adalah kekerasan dalam rumah tangga yang seakan “diamini” oleh agama yang kemudian menimbulkan budaya patriarki yang sangat mengakar dan begitu kuat dalam Islam. Saya pernah mendengarkan ceramah bahwa surganya istri ada pada suami. Hal ini lah yang membuat laki-laki dalam rumah tangga menjadi superior dibandingkan dengan wanita. Untuk keluar rumah saja istri harus meminta izin kepada suami. Tetapi tidak berlaku sebaliknya. Suami harus tahu untuk keperluan apa sang istri keluar. Tetapi, sang istri tidak berhak mengetahui untuk keperluan apa sang suami keluar. Yang istri tahu bahwa suaminya keluar untuk mencari nafkah demi dapur tetap ngebul. Padahal kalo kita lihat sejarah, laki-laki lah yang membuat perempuan hanya bekerja di dapur dan tempat tidur. Dahulu, tugasnya laki-laki adalah berburu dan perempuan bertani. Setelah buruan makin menipis, laki-laki pun mulai bertani dan perempuan memasak di dapur. Dan sekarangpun banyak laki-laki yang memilih untuk memasak. Lalu perempuan? Yaa hanya menjadi penghangat tempat tidur. Artinya, perempuan hanya menjadi budak dalam rumah tangga. Dari kasus rumah tangga yang dialami oleh Firdaus, dia mendapatkan kesimpulan bahwa Perkawinan adalah lembaga yang dibangun atas penderitaan yang paling kejam untuk kaum wanita. Dan tidak jauh berbeda dengan Firdaus, saya mengatakan bahwa pernikahan adalah penghisapan manusia terhadap manusia atas nama cinta.

Tetapi, saya tidak melihat sosok suami yang seperti itu pada bapak saya (selama yang saya lihat sih seperti itu, soalnya saya jarang dirumah. Dirumah hanya setahun sekali). Bapak saya mengajarkan kepada saya bahwa tugas seorang ibu adalah menjadi sekolah pertama untuk anaknya (kebetulan ibu seorang guru). Untuk masalah cuci pakaian, masak dan tugas rumah tangga lainnya tidak dibebankan kepada Ibu. Bapak nyuci sendiri pakaiannya dan kemudian disetrika oleh saya (jika saya dirumah) atau oleh adik saya. Masalah memasak yaa jika Ibu mau masak yaa masak. Jika ibu lagi capek dan tidak bisa memasak, Bapak tidak marah dan kemudian membeli makanan diluar entah itu sate atau soto (lebih sering dua jenis makanan itu). Untuk bersih-bersih rumah yaa diserahkan kepada anak-anaknya hahahahaha. Menurut saya, kekerasan dalam rumah tangga yang katanya “diamini” oleh agama itu adalah salah besar. Karena saya tidak pernah membaca sejarah (atau memang tidak dikisahkan) bahwa Nabi Muhammad pernah bertindak kasar terhadap istri beliau. Disini, malah agama menjadi berhala atau manjadi tuhan itu sendiri dan akhirnya manusia itu lupa siapa tuhannya yang sebenarnya. Aku tidak pernah membaca dalam Al-quran bahwa bertindak kasar kepada istri itu diijinkan. Malah aku pernah dengar bahwa ketika seseorang malakukan kesalahan kita harus menegurnya dengan 3 tahapan yang pertama adalah dengan tangan, kemudian omongan, dan terakhir dengan hati. Dengan tangan bukan dalam artian main kasar tetapi tangan disini merupakan kekuasaan dan sudah seharunya para penguasa bertindak bijaksana. Tidak semua kesalahan diganjar dengan kekerasan. Tetapi, banyak yang salah kaprah bahwa tangan disini adalah tangan untuk melakukan kekerasan.

Kekerasan dalam rumah tangga memang didominasi oleh laki-laki. kita bisa buka data manapun bahwa KDRT pelakukanya didominasi oleh laki-laki dan tidak hanya itu, laki-laki juga berkuasa disegala lini. Di Indonesia sendiri, sebelum kita tersadarkan karena surat Kartini, perempuan selalu berada dibawah laki-laki. semua pekerjaan adalah milik laki-laki. perempuan hanya diam dirumah, memasak dan melayani nafsu seks laki-laki. tidak diperbolehkan untuk bersekolah dan lain sebagainya. Dahulu di Negara-negara barat wanita tidak bisa bersaksi dalam pengadilan. Ketika wanita bersaksi dipengadilan, maka kesaksiannya dianggap gagal. Di Yunani, prostitusi muncul karena tidak berharganya wanita di Yunani waktu itu. Akhirnya, untuk membuat diri mereka merasa dihargai dan diayomi, para perempuan ini menjadi pelacur peliharaan para pemangku kekuasaan. Dalam sejarah Islam pun begitu. Dahulu, sebelum nabi Muhammad turun, anak perempuan dikubur hidup-hidup karena tidak akan berguna di masa depan. Doktrin dalam Islam mengajarkan bahwa “laki-laki lebih kuat daripada perempuan”. Doktrin inilah yang ditelan mentah-mentah oleh para laki-laki Islam. Kata “kuat” disini diartikan dalam bentuk “fisik”. Oleh karena itulah laki-laki bertindak sesukanya kepada perempuan. Menurut saya, doktrin ini harus ditafsirkan ulang dengan konteks masa kini. “Kuat” disini, menurut saya tidak hanya berkaitan dengan fisik tetapi juga mental yang bekerja. Aku pernah diskusi dengan seorang perempuan dan dia mengatakan bahwa memang kalau mental laki-laki lebih kuat dari perempuan. Dan kita tidak bisa menafikkan bahwa perempuan pun bisa memiliki mental seorang laki-laki. Ketika itu terjadi, jangan salahkan perempuan jika mereka berada diatas laki-laki. contohnya adalah Presiden kelima kita, Megawati Soekarno Putri. Terlepas dari segala macam konspirasi naiknya beliau menjadi presiden. Megawati ditempa oleh hidup yang keras, orangtuanya diasingkan oleh orde baru dan sampai dia di DO karena masalah politik. Dan akhirnya mental kuat pun dimiliki oleh Megawati sampai dia bisa memimpin Negara ini.

Selanjutnya, Firdaus mengajarkan kepada saya bahwa cinta bisa membutakan kita. Kita bisa bertindak hal yang tidak masuk akal atas dasar cinta. Contoh ketika dia bekerja sebagai sekretaris dan dia mencintai seorang laki-laki bernama Ibrahim. Firdaus rela memberikan tubuhnya tanpa bayaran kepada Ibrahim. Padahal dahulu ketika menjadi pelacur, untuk menikmati tubuhnya diperlukan uang sekitar 10 pon atau bahkan lebih. Jangan jauh-jauh ke Firdaus, kita bisa melihat cinta yang buta itu ke kehidupan sehari-hari. Saya tidak munafik, saya beberapa kali menyaksikan di kost-kostan tempat saya tinggal teman-teman saya dengan seenaknya melakukan hubungan suami istri dengan pacarnya. Hanya dengan perasaan cinta dia dengan mudahnya mendapatkan tubuh pacarnya. Dan pacarnya pun rela untuk membiarkan tubuhnya dinikmati. Menurut saya, yang dilakukan pacar teman-teman saya itu lebih rendah dari pelacur. Pelacur tahu bahwa tubuhnya mempunyai harga yang tinggi dan dia memberika tarif untuk sekali berkencan. Dan para pacar teman saya ini hanya memberikan tarif berupa kata-kata cinta. Sungguh murah sekali tubuh anda itu hehehe. Dan akhirnya saya dapat pelajaran bahwa, CINTA ADALAH KESALAHAN DALAM SIRKUIT OTAK MANUSIA YANG MEMBUAT KITA TIDAK BISA BERFIKIR LOGIS.

Satu pelajaran yang paling berharga dari novel ini adalah kegemaran akan membaca. Firdaus yang ketika sekolah menengah berada diasrama, banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan. Bahkan sampai dia menjadi seorang pelacur, di Apartement tempat dia tinggal, Firdaus mempunyai satu ruangan untuk perpustakaan dan hanya dia yang boleh masuk ke ruangan tersebut. Buku lah yang membuat Firdaus bisa berfikir kritis dan bisa menentukan tarif terhadap tubuhnya serta memilih pelanggan mana yang layak mengencaninya. Di sekolah dulu, saya pernah diajarkan bahwa “sebaik-baiknya teman duduk adalah buku”. pepatah ini yang masih saya pegang sampai sekarang. Bahkan dimasa saya susah untuk berteman dengan seseorang, buku selalu setia menemani saya kapanpun dan dimanapun. Bagi saya, sulit untuk menemukan teman diatara manusia disekeliling saya, tapi saya akan dengan mudah menemukan teman hanya dengan kombinasi huruf.

Masih banyak pelajaran yang diajarkan oleh Firdaus, khususnya adalah bagaimana cara bertahan hidup di dunia yang keras ini. Saya hanya bisa menulis sedikit saja. saya lebih menyarankan kepada pembaca blog ini untuk membeli Novel ini. tulisan ini adalah sudut pandang saya. ketika anda membaca sendiri novel ini, maka pengalaman dan pelajaran yang akan anda dapatkan sesuai dengan hidup anda sendiri. “AMBIL SATU BUKU SECARA ACAK, MAKA DIA AKAN MENJAWAB PERTANYAANMU HARI INI”

1 komentar: