“Ini bukan cuman urusan tanah, tapi ada juga ada kehidupan disana. Sesuatu
tumbuh dari tanah (mereka hidup)”. (Aldo Leopold)
Pagi
ini saya terbangun lumayan cepat. Yaa walaupun alasannya adalah untuk menonton
salah satu team sepak bola favorite saya bertanding. Tetapi, setelah
pertandingan itu, saya tidak bisa tertidur lagi. Yaa mungkin karena jam tidur
sudah kembali normal seperti biasa. Hari ini merupakan hari libur, Long Weekend lebih tepatnya. Ini membuat
saya bosan. Bingung mau ngapain. Baca buku bosen terus juga mau liburan tapi
mau kemana dan yang paling penting sih liburannya sama “siapa” hehehe. Akhirnya
saya putuskan untuk maen Sudoku. Tapi, lama kelamaan bosen juga sih. Yaudah akhirnya
buka youtube aja dah. Setelah buka youtube, muncul salah satu rekaman diskusi disalah
satu channel tentang Ekofenimisme yang dipandu oleh Rocky Gerung. Setelah
menonton sedikit diskusi tersebut, saya teringat akan tulisan saya sebelumnya
(Tanpa Judul). Yang sedikit isinya membahas tentang masalah pembangunan bandara
di Kulon Progo. Pembangunan yang merugikan warga setempat dan ada kemungkinan
bisa merusak keseimbangan alam disana.
Menurut
saya (mungkin kalian juga), sampai saat ini Indonesia masih berstatus Negara berkembang
(entah kapan menjadi Negara maju). Saya tidak tahu pemikiran ini tercetus darimana,
saya melihat bahwa suatu Negara dikatakan maju, ketika Negara tersebut kuat
dalam bidang ekonomi. Karena itulah untuk menjadi Negara maju, Indonesia harus
kuat dibidang ekonomi. Untuk membuat ekonomi Indonesia maju, maka harus
ditunjang dengan Infrastruktur yang mumpuni. Karena itulah kita tidak bisa lari
dari yang namanya pembangunan. Tetapi, pertanyaannya adalah “Apakah pembangunan
yang dilakukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan alam?”
tidak bisakah pembangunan juga melihat alam sebagai suatu hal yang perlu
dipertimbangkan. Padahal menurut Aldo Leopold, manusia hanya sebagian kecil
dari organisme di alam ini. artinya, ketika Leopold berpendapat demikian, ada
relasi antara manusia dengan alam. Kasarnya ialah “Ketika alam rusak, maka
Manusia juga akan rusak”
Seperti
yang saya sampaikan ditulisan terdahulu (Baca: Tanpa Judul), pembangunan NYIA
di Kulon Progo merusak gumuk pasir selatan yang berfungsi sebagai benteng
tsunami dan sebagai mitigasi bencana alami. Artinya, jika suatu saat (semoga ga
terjadi) terjadi tsunami, segala sesuatu yang berada di daerah kulon progo
tidak lagi mempunyai pelindung untuk melindungi mereka dari bencana yang datang
tersebut. Jika benar-benar sudah menjadi bandara dan terjadi tsunami disana,
saya yakin kerugiannya tidak sedikit. Saya tertawa membayangkan hal tersebut. Karena
pemerintah berinvestasi dengan membangun bandara dengan resiko kerugian yang
besar dan kita tidak bisa prediksi kapan kerugian itu datang. Dan yang menjadi
pertanyaan adalah apa yang dipikirkan oleh pembuat Amdal sehingga proyek
pembangunan ini bisa tembus. Bagaimana proyek ini bisa tembus, research model
seperti apa yang dilakukan oleh si pembuat Amdal pembangunan NYIA.
Lalu,
muncul lagi pertanyaan. Ketika mereka melakukan Research tentang dampak
lingkungan tersebut, apakah mereka benar-benar “melibatkan” alam dalam mengumpulkan
data dan menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangunan
tersebut. Atau ketika Research itu dilakukan, hanya “perhitungan” manusia yang
dilibatkan. Apakah kita benar-benar sudah mengerti kehendak alam. Kalau katanya
Rocky, kita masih Antroposentrik. Dalam makalah (lebih tepatnya ringkasan
disertasi) yang ditulis oleh Saras Dewi dijelaskan bahwa Antroposentrisme
adalah pandangan yang mengatakan bahwa ukuran segala sikap etis, ataupun
nilai-nilai ditentukan oleh penakaran rasionalitas manusia. Antroposentrisme
secara sempit diartikan sebagai justifikasi rasional yang mendahulukan manusia
atas makhluk lain atau objek lain yang ada di alam ini. Antroposentrik bisa
dibilang manusia sebagai pusat. Antroposentrik sendiri menyatakan bahwa alam
berharga dalam konteks kegunaannya terhadap kesejahteraan manusia. Padahal kita
tahu sendiri bagaimana kita tidak sanggup melawan alam. Ketika tsunami terjadi,
kita hanya bisa lari tunggang-langgang tanpa bisa melawan. Lalu, kita masih
mengeksploitasi alam hanya untuk kepentingan sesaat. Bahasa mudahnya seperti kita tidak bisa melawan sesuatu
tetapi kita dengan sombongnya menantang sesuatu tersebut. Sungguh naïf sekali
pemikiran yang seperti ini. lalu apa yang harus dilakukan? Yaa kalau untuk
kasus pembangunan bandara NYIA sih, yang harus segera dilakukan adalah
MENGHENTIKAN PROYEK PEMBANGUNAN NYIA tersebut.
Dalam
diskusi yang dipandu oleh Rocky juga dijelaskan bahwa kita harus merubah sudut
pandang kita dari Antroposentrik menjadi Biosentrik (Ekosentrik). Kita kembalikan
lagi semuanya kepada alam. Kita buat win-win solution dengan alam. Apa yang
diinginkan alam. Dan menurut saya sih alam hanya ingin keseimbangan. Contoh
yang terjadi dengan pohon. Kan untuk menebang pohon juga ada kriterianya. Pada umur
barapa pohon bisa ditebang untuk menunjang kehidupan manusia. Kalau bahasa
Biologinya sih simbiosis Mutualisme. Saling menguntungkan antara manusia dengan
alam yang kita tinggali ini.
Alam
sendiri menunjang kita untuk melanjutkan hidup di dunia ini. seperti yang saya
tulis diatas. Jika alam rusak maka manusiapun akan rusak. Dalam logika
matematika pernyataan tersebut merupakan Implikasi (Jika,maka). Ada premis A
dan Premis B didalamnya (A: Alam rusak, B: Manusia Rusak). Jika A, maka B. dan
implikasi tidak bisa dibalik menjadi Jika B, Maka A. dalam pernyataan “Jika alam
rusak maka manusiapun akan rusak” tidak bisa menjadi “Jika manusia rusak, maka
alam rusak”. Tidak bisa seperti itu. Karena alam lah yang mempengaruhi manusia
bukan sebaliknya. Kalau dalam penelitian kuantitatif Alam merupakan variable
independent dan manusia merupakan variable dependent. Alam-lah yang menentukan
bagaimana kelanjutan hidup manusia. Lalu, apakah kita rela mengorbankan
kelangsungan hidup segala sesuatu yang ada di Kulon Progo hanya untuk memuaskan
hasrat sesaat. Kalau bahasanya Rocky itu, apakah kita rela mengorbankan
Investasi Peradaban hanya untuk Invetasi Ekonomi.
Kita
kembali ke aspek ekonomi yang melatarbelakangi pembangunan NYIA. Dalam buku “The
Ecology For Freedom”, Murray Bookchin menjelaskan bahwa didalam system kapitalis,
alam dieksploitasi dan dikonversi menjadi komoditas. Jangan jauh-jauh ke
pembangunan NYIA. Kita, secara tidak sadar telah mengekspoitasi alam hanya
untuk Uang. Itu kita lakukan dengan menggalakkan pariwisata yang bertemakan
alam. Gunung, pantai, air terjun dan lain sebagainya habis kita eksploitasi
tanpa memikirkan makhluk hidup lain selain manusia yang menghuni tempat
tersebut. Contoh apa yang terjadi di Gunung Semeru. Akibat film 5cm yang
booming diakhir tahun 2012, semeru jadi rusak. Di oro-oro ombo tumbuh tumbuhan
berwarna ungu yang kata orang orang sih lavender. Padahal itu benalu atau parasite.
Dahulu, itu hanya tumbuh di daerah oro-oro ombo, tetapi sekarang sudah meluas. Karena
ulah pendaki yang katanya pencinta alam. Mereka mengambil parasite tersebut
untuk dibawa pulang sebagai bukti kalau sudah menaklukkan gunung tertinggi di
pulau jawa. Dalam perjalanan pulang, bunga dari parasite tersebut tercecer dan
berakibat menyebarnya parasite tersebut. Yang namanya parasite kan merusak. Yaa
walaupun indah tapi kalau merusak yaa gimana yaaa. Belum lagi masalah sampah
yang ditinggalkan tanpa pertanggungjawaban. Lalu kalian yang katanya pencinta
alam tidak malu melakukan hal yang seperti itu?. Nah, itu kan terjadi karena eksploitasi
yang kita lakukan. Untuk kasus semeru sih, andai film 5cm dibuat seperti
novelnya, hal seperti itu tidak akan terjadi.
Menurut
Rocky Gerung, Eksploitasi terhadap alam terjadi karena kita terlalu memakan
mentah-mentah aspek teologi. Dalam Islam, di Al-Quran ditulis jika manusia
diutus ke dunia (bumi) untuk menjadi Khalifah atau pemimpin. dan ini menjadikan
manusia berbuat semaunya kepada dunia ini. manusia diberi nalar (akal) bukan
untuk bertindak semaunya kepada alam. Tetapi, nalar digunakan agar kita
bijaksana dalam menggunakan segala fasilitas di alam ini. dalam makalah diskusi
yang disampaikan Saras Dewi. Rasionalitas menggiring manusia memiliki
justifikasi untuk menyedot segala sumber daya alam. Kemampuan akal budi sering
digunakan sebagai pembenaran manusia untuk menjadi penguasa dari alam. Alam hanya
menjadi property. Alam tidak memiliki nilai intrinsic, alam hanya menjadi
relevan dalam kegunannya bagi manusia. Menurut Leopold, hal tersebut menjadi
penyebab mengapa kewajiban manusia tidak mengikat kepada alam. Padahal manusia
hanyalah sebagian kecil dari organisme di alam ini. Jika kita ingin mengamalkan
ayat Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia merupakan pemimpin di dunia (bumi)
ini, maka kita juga harus melihat ayat lain yang mengatakan bahwa kerusakan
yang terjadi di bumi adalah ulah manusia sendiri. Timbul lagi petanyaan, ketika
Firman Tuhan sudah mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi di bumi ini karena
ulah manusia, apakah kita juga harus menjalankan firman ini? kalau kita
menjalankan yaa berarti kita harus merusak bumi ini. ataukah ayat ini turun
hanya untuk memperingatkan. Kalau untuk memperingatkan berarti yaa kita harus
melakukan yang sebaliknya, yaitu tetap menjaga alam ini agar terus baik kepada
kita.
Jika
kembali kepada masalah pembangunan NYIA. Aldo Leopold mengatakan (saya denger
dari Saras Dewi) bahwa ini bukan cuman urusan tanah. Tetapi ada kehidupan
disana, sesuatu tumbuh dari tanah. Mereka berhak hidup, tumbuh besar. Dari tanah
tumbuh sumber makanan kita. Dari alam kita bisa memperoleh kehidupan yang lebih
layak. Tapi, ketika yang tumbuh di tanah adalah gedung-gedung, kita mau makan
apalagi untuk tetap hidup.
Di akhir
diskusi tentang Ekofenimisme yang dipandu Oleh Rocky Gerung, beliau
menyampaikan statement bahwa “Eksploitasi alam oleh manusia terjadi karena
adanya eksploitasi manusia atas manusia”. Silahkan renungkan statement tersebut.
To be
continue……….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar