Selasa, 19 Desember 2017
Ide tulisan kali ini
sebenarnya berawal dari suatu postingan di Instagram akun @berdikaribook. Yang inti
dari postingannya adalah tentang penghancuran gerakan kiri di Indonesia. Yaa kita
tahu semua lah apa sih itu gerakan kiri. Kenapa sampai dinamakan “kiri”. Istilah
sayap kiri sendiri berawal ketika revolusi Prancis yang mengacu kepada tempat
duduk dewan legislative. Ketika kaum monarkis yang mendukung Ancien Regime biasa disebut kaum kanan
karena mereka duduk sebelah kanan diruang legilatif. Ancien Regime bisa juga disebut Rezim Ancien ialah suatu system aristokratik
di Perancis yang dipimpin oleh dinasti Valois dari Bourbon pada abad ke-14
sampai abad ke-18. Rezim ini menerapkan banyak sekali aspek Feodalisme,
khususnya hak-hak istimewa untuk kalangan pendeta dan bangsawan (Wikipedia.com).
Sedangkan kaum kiri merupakan kaum yang menolak Ancien Regime. Dan mereka duduk di sebelah kiri ruang legislative. Intinya adalah Gerakan Kiri merupakan gerakan yang
berpihak pada rakyat, yang melawan penindasan, yang memperjuangkan keadilan. Kalau
bahasa kaum Marxis adalah meniadakan penghisapan manusia atas manusia lainnya.
Di Indonesia sendiri
(dalam postingan @berdikaribook), benih-benih gerakan kiri di Indonesia dimulai
pada masa Ibu Kartini. Yang dilakukan beliau adalah menulis berbagai kritik
terhadap Feodalisme dan Kolonoalisme. Setelah itu, muncul-lah tokoh-tokoh
seperti Semaoen, Alimin dan lain-lain pada masa Syarikat Islam yang membela para
buruh dan kaum tani (baca tulisan saya yang berjudul “dari perkebunan tebu
hingga Partai Komunis Indonesia). Lalu pada masa revolusi kemerdekaan ide-ide
kiri direpresentasikan dalam PANCASILA khususnya pada sila tentang KEDAULATAN
RAKYAT DAN KEADILAN SOSIAL.
Kejadian Kulon Progo
Kembali ke Instagram,
akhir-akhir ini banyak sekali saya melihat postingan tentang pembangunan New Yogyakarta
International Airport (Selanjutnya disingkat NYIA). Pembangunan yang jelas
merugikan rakyat, pembangunan yang jelas tidak berpihak pada rakyat dan jelas
sekali bahwa menghianati Pancasila. Sedikit saya kutip twit tentang pembangunan
NYIA dari @persma_Rhetor. NYIA sendiri dibangun dilahan seluas 673 Ha yang
mencakup 6 Desa, 11.501 jiwa (2.875 KK) yang mayoritas bekerja sebagai petani
(dimana tanah adalah sumber utama penghidupan mereka). NYIA menghilagkan : 12
ribu pekerja tani gambas (60 ton/Ha/thn), 60 ribu pekerja tani melon (180
ton/Ha/thn), 60 ribu pekerja tani semangka (90 ton/Ha/thn), 12 ribu pekerja
tani terong (90 ton/Ha/thn) dan 4 ribu pekerja tani cabai (30 ton/Ha/thn). Kalau
sudah seperti ini, jika ada kelangkaan pangan tertama cabai, memang seharusnya
pemerintah-lah yang disalahkan. Karena mereka mengizinkan lahan pertanian,
lahan yang digunakan untuk menghasilkan pangan berubah menjadi lahan yang
menghasilkan gedung yang semen-nya tidak bisa dimakan.
Kontruksi NYIA akan
menghancurkan gumuk pasir selatan (ekosistem langka) yang berfungsi sebagai
benteng tsunami dan sebagai mitigasi bencana alami. Ini juga hal yang sangat
penting. Baru-baru ini kita tahu sendiri bagaimana gempa yang berpotensi
tsunami terjadi dibagian selatan jawa. Yaa kalau terus dibangun tentunya juga
berbahaya bagi calon penumpang yang menggunakan bandara tersebut. Karena NYIA
sendiri berada diatas kawasan rawan bencana tsunami dan gempa (Peta Bahaya
Tsunami Pusat Ruang Udara (DLR) Jerman tahun 2012). Tidak hanya masalah
konstruksi dan daerah rawan bencana, pembangunan NYIA juga menghancurkan
sekitar 8 cagar budaya asli yang telah menjadi bagian dari tradisi budaya local.
Jika ingin membuat
pariwisata Yogyakarta lebih dilirik lagi oleh para wisatawan asing maupun local,
maka segala infrastruktur memang harus diperbaiki. Tapi, apakah harus
mengorbankan rakyat dan alam? Kenapa harus membangun bandara yang baru? Kenapa tidak
mengoptimalkan bandara yang sudah ada di sekitar Yogyakarta, seperti bandara
Adi Sucipto dan Adi Sumarmo. Saya teringat Firman Allah dalam Al-Quran (saya lupa
surat dan ayatnya) yang artinya seperti ini : “Telah terjadi kerusakan di daratan dan lautan karena disebabkan oleh
tangan-tangan manusia”. Jadi, jangan salahkan ketika alam mengamuk. Ketika alam
mengamuk itu bukan bencana alam, tetapi proses alam menyeimbangkan diri. Ketika
banjir, itu bukan bencana alam tapi, karena daerah serapan air yang sudah
berbah menjadi gedung-gedung.
New Orde Baru (Orde Baru Jilid II)
Dalam majalah “Festival
Kampung Kota, Dago Elos, Bandung”, saya mendapatkan sebuah data yang
mencengangkan. Semakin hari jumlah hutang Negara semakin meningkat. Per Agustus
2016 saja hutang Indonesia sudah menyentuh 3.438,29 Triliun Rupiah. Pada 12
Juli 2016, Badan Direksi Bank Dunia telah menyutujui hutang pemerintah
Indonesia sebesar $ 216,5 juta atau setara 2,814 triliun rupiah. Uang tersebut
dianggarkan untuk proyek National Slum Upgrading (NSUP) atau program Kotaku
(Kota Tanpa Kumuh). Itu baru hanya untuk satu program belum lagi yang lainnya. Seperti
pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta.
Oke lah jika
pembangunan dimasa Jokowi ini gencar dilakukan, tetapi dampak dari pembangunan
tersebut juga banyak negatifnya (menurut saya sih) yaa walaupun ada positifnya
juga. Lalu, dengan beban hutang yang semakin banyak, siapa yang akan melunasi
hutang-hutang tersebut? Ini kan sama juga seperti yang terjadi pada zaman
Orde-Baru. Dimana pembangunan digalakkan tetapi juga berbanding lurus dengan
semakin banyaknya hutang luar negeri Indonesia. Menurut saya, pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang menyiapkan pemimpin yang selanjutnya (Kaderisasi). Nah,
menyiapkan pemimpin ini tidak hanya menyiapkan tokoh untuk menjadi pemimpin,
tapi juga mempermudah tugas pemimpin selanjutnya. Oke lah tugas untuk
pembangunan infrastruktur menjadi lebih mudah, tetapi masalah lain adalah
kehidupan rakyat akibat pembangunan (gusuran dimana-mana) akan lebih berat
untuk diselesaikan oleh pemimpin yang selanjutnya. Seperti apa yang terjadi
dengan masyarakat Kulon Progo. Sumber penghasilan mereka adalah bertani. Pertanian
kan membutuhkan Tanah, bukan gedung, bukan semen. Jika tanahnya sudah habis
lalu mereka bercocok tanam dengan apa? Terus kita mau makan apa? Mau import
lagi? Yaa kali Negara agraris makanan pokok pake acara di Import. Kan lucu. Walaupun
ada insentif ganti rugi lahan, tapi apakah didaerah mereka yang baru mereka
bisa kembali melanjutkan pekerjaan mereka sebagai petani. Oke lah kalau mereka
diberikan pekerjaan pengganti. Lalu, jika jumlah petani makin sedikit dan
jumlah penduduk yang membutuhkan makanan semakin bertambah. Akan terjadi yang
namanya kenaikan harga pangan. Upah dari pekerjaan aja udah pas-pasan gimana
nanti jika harga naik. Tentunya angka kemiskinan akan semakin memingkat. Dari data
yang saya peroleh ketika mei 2017, angka kemiskinan tiap tahun naik sebanyak
0,7% /tahun.
Itu baru satu kasus
yang mencerminkan Orde-Baru. Ada lagi satu ciri khas Orde-baru yang ada pada
zaman pemerintahan sekarang, yaitu penangkapan para aktivis dan kekerasan
terhadap warga. Saya ambil lagi contoh yang terjadi di Kulon Progo. Saya tulis
kronologinya. Pada tanggal 5 Desember 2017, pukul 10.15. Aparat Kepolisian
datang ke rumah warga mereka meminta kepada seluruh jaringan solidaritas yang
tidak berizin keluar dari rumah. Hal tersebut dilakukan karena mereka
menganggap jaringan solidaritas dan warga adlah provokasi. Pukul 10.20 polisi
datang lagi bersama dengan aparat desa, mereka meminta identitas warga dan
jaringan solidaritas. Pukul 10.31 sempat terjadi dorong-dorongan dengan aparat,
hal tersebut berujung pada penangkapan 12 jaringan solidaritas dan dibawa ke
kantor PP yang kemudian dibawa ke Polres. Data yang dihimpun oleh kepala warga Pak
hermanto bocor, fajar yang mempunyai rumah di desa Palihan diseret aparat. Jalan
depan masjid dibego sehingga tidak ada akses untuk lewar dan pohon tumbangkan
persis didepan posko warga. Tidak hanya sampai disitu, aparat pun menangkap
beberapa orang disana. Sekitar 12 orang dan didomonasi oleh Mahasiswa. Para mahasiswa
dan warga yang ditangkap jelas membela kepentingan mereka. yaa kalian semua
sudah bacalah tentang pembangunan bandara NYIA diatas. Yaa wajarkan jika mereka
hal seperti diatas. Itu juga demi kelangsungan hidup mereka.
Penghancuran Gerakan Kiri
Seperti yang saya
tuliskan diatas, gerakan sayap kiri jelas membela rakyat untuk membebaskan mereka
dari kungkungan kolonialisme dan membebaskan mereka dari penghisapan manusia
atas manusia. Gerekan kiri di Indonesia sendiri sudah dihancurkan ketika masa Presiden
Soeharto ketika membasmi orang-orang PKI dan yang dituduh PKI. Dalam buku “Menolak
Menyerah” karya Budi Kurniawan dan Yani Ardiansyah. Dijelaskan bahwa memang
yang dihancurkan adalah PKI dan Keluarganya. Tetapi itu bukan hanya PKI. Dalam gerakan
kiri Indonesia termasuk juga pidato, PNI-iri, tokoh-tokoh Islam yang kiri,
tokoh Katolik dan Kristen yang kiri, kaum militer yang berpandangan kiri dan
seterusnya juga dihabisi. Bahkan sampai diterbitkan TAP MPRS yang melarang
gerakan kiri ada di Indonesia, sampai-sampai buku-buku yang berbau kiri
diberangus. Sampai sekarang hasil penghancuran itu bisa dirasakan. Menurut saya,
masyarakat Indonesia sekarang hanya melihat sesuatu dari satu sisi saja. Ini yaa
karena Orde-baru. Karena kebenaran pada waktu itu hanya milik pemerintah. Sejarah
versi selain versi pemerintah dianggap salah. Dan semuanya diatur oleh
pemerintah.
Apa yang sekarang
dialami oleh masyarakat kulon progo, dago elos dan lainnya yang bermasalah
dengan lahan mereka itu karena sudah tidak ada yang membela mereka. Partai
Politik yang katanya membela “Wong Cilik” pun diam atas apa yang terjadi
disana. Lalu, gerakan sayap kiri yang jelas membela kepentingan rakyat
diberangus habis. Gerakan tanpa didukung oleh rakyat hanya akan menjadi
retorika saja. Seperti yang ditulis di buku “Menolak Menyerah” karya Budi
Kurniawan dan Yani Ardiansyah, cuman kembang bibir saja. Setelah Pembunuhkan
massal 1965, bangsa ini masuk ke zaman NEOKOLONIALISME. Sampai Hari ini.
Sekarang, masyarakat dicekik kebijakan
pemerintah dan korporasi, mahasiswa dibekukan daya kritisnya. Demokrasi terancam
roboh (M. Bambang Pontas R dalam Catatan penting tentang Pancasila dan
Kerapuhan Demokrasi). Sila ke-4 dan sila ke-5 dikhianati. Tapi Jokowi masih
bisa mengatakan “Saya Indonesia, Saya Pancasila”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar